Ramadhan, bulan suci penuh berkah, sebentar lagi akan tiba. Namun, pertanyaan tentang “kapan mulai puasa” selalu muncul dan memicu perbedaan pendapat. Pemerintah, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) seringkali memiliki ketetapan yang berbeda mengenai tanggal 1 Ramadhan.
Puasa Ramadhan 2024
Pada tahun 2024, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada tanggal 11 Maret (Senin), sedangkan Pemerintah dan NU sepakat bahwa 1 Ramadhan jatuh pada tanggal 12 Maret (Selasa).
Perbedaan ini muncul karena metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadhan berbeda. Muhammadiyah menggunakan metode hisab, yaitu perhitungan astronomis. Sedangkan Pemerintah dan NU menggunakan kombinasi hisab dan rukyat, yaitu pengamatan hilal.
Lalu, siapa yang harus diikuti?
Umat Islam di Indonesia diimbau untuk mengikuti ketetapan pemerintah dalam menentukan awal bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas) VII tahun 2020 yang menyepakati bahwa penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia dilakukan berdasarkan hisab dan rukyat yang dipedomani oleh Kementerian Agama.
Umat Islam yang lurus disarankan untuk patuh kepada Ulil Amri (pemimpin) terkait hal ini, karena dalam Surah An-Nisa (4:59), yang merupakan kata-kata Allah, disebutkan:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An-Nisa:59)
Pemerintah, sebagai Ulil Amri, telah menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah pada tanggal 12 Maret 2024. Penetapan ini didasarkan pada hasil sidang isbat yang mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk hisab dan rukyat.
Akan tetapi, bagi umat Islam yang memiliki keyakinan kuat terhadap metode tertentu, mereka diperbolehkan untuk mengikuti metode tersebut. Yang terpenting adalah menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam dalam menyambut bulan Ramadhan.
Namun demikian, sebagai hamba Allah yang kadang baik dan kadang jahil, saya tentunya harus mengingatkan bahwa, Puasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dimulai itu dilarang.
Larangan Puasa Sebelum Ramadhan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya; kecuali seseorang yang memiliki kebiasaan berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi berdasarkan hadits itu saja, lebih baik kita mundur dikit, ikut mana yang menentukan 1 Ramadhan belakangan daripada melanggar tuntunan Nabi Muhammad SAW.
“Aduh, kurang nanti pahala aku, aku harus puasa full 30 hari”, kata orang yang berlebihan dalam hal beragama.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Sesungguhnya agama ini mudah. Dan tidak ada seorang pun yang mempersulit agama ini kecuali agama itu akan mengalahkannya. Maka, luruskanlah dan mendekatlah (kepada kebaikan), bergembiralah dan mintalah pertolongan pada pagi, sore, dan sebagian dari akhir malam.”
(HR. Bukhari)
Ya Alhamdulillah, kalau dapet diskon satu atau dua hari, berarti itu kemudahan dari Allah.
Allah melarang kita berlebih-lebihan dalam hal beragama,
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu.
Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”.
(QS. Al-Maidah:77)
Oh, sampai di penghujung Artikel NKRI One ya? Terima kasih sudah membaca.
Sebenarnya hal ini bisa dijelaskan lebih puanjaaaang lebaaar lagi, tapi nantinya malah membahas dunia lain dan antariksa, makanya saya sudahi dulu sampai di sini ya.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi umat Islam yang ingin memahami perbedaan penentuan 1 Ramadhan dan menyambut Ramadhan dengan penuh kebersamaan.