Alasan Jadi Pendiam di Kantor

Alasan Jadi Pendiam di Kantor

Tiba-tiba jadi pendiam, raut muka tenang (tidak kesal, tidak sedih, dan tidak marah), dan mengasingkan diri.
Apakah kita kesal atau putus asa lalu menarik diri? Tidak.
Tapi karena kita merasa tidak perlu lagi untuk melakukan hal yang tidak penting di kantor, talk.

Bicara dan kerja keras di kantor sering tidak berbanding lurus dengan gaji atau jabatan.
Inilah alasan logis kenapa banyak orang memilih jadi pendiam.

Pendahuluan: Banyak Ide tapi Tidak Naik Gaji? (LoL)

Di kantor, banyak orang mengira kalau rajin bicara, rajin menyampaikan ide, rajin angkat tangan, otomatis karier akan naik.
Padahal realitanya? Menyampaikan banyak ide, punya pola pikir kreatif, dan bekerja rajin pangkal pandai pun tidak menambah gaji apalagi jabatan di kantor.

Sering kali, yang banyak bicara hanya dimanfaatkan saja ketika keadaan genting, namun yang dapat promosi justru orang lain—bukan yang paling pintar, bukan yang paling effort, dan bukan yang paling bisa diandalkan.

Putus asa? Tidak,
Tidak ada orang cerdas (beyond pintar) yang mudah putus asa, mereka selalu bisa mencari jalan lain yang mungkin bisa lebih mendatangkan keuntungan, lebih applicable, dan bisa fair fight.


1. Pendiam Bukan Berarti Tidak Mampu

Banyak yang salah paham: kalau pendiam berarti bodoh, minder, atau tidak bisa apa-apa.
Padahal, bagi sebagian orang, diam adalah strategi.

Kenapa harus membuang energi bicara panjang lebar, kalau ujung-ujungnya:

  • Gaji tetap segitu.
  • Jabatan tidak ada atau stagnan.
  • Tingkat ekonomi tidak berubah.

Lebih baik kerja secukupnya, pulang tepat waktu, dan hidup tenang tanpa effort.
Toh yang lebih bodoh dari kita banyak yang dibayar lebih tinggi daripada kita.
Kalau pimpinan/atasan/bos mau menyalahkan kita, “Hai, lihat dulu tabel Pay Grade!


2. Kisah Nyata: Pulang Jam 2 Pagi, Masuk Lagi Jam 7

Pernah kejadian: pulang jam 2 pagi, lalu jam 7 sudah harus masuk lagi ke kantor.
Kerja mati-matian, lembur habis-habisan.

Hasilnya?

  • Yang dipromosikan justru orang lain.
  • Yang naik jabatan bukan orang yang kerja keras, tapi orang yang patuh dan pandai mengabdikan diri (not us).
  • Yang rajin dan pintar dalam dunia kerja seperti itu malah jadi tenaga ekstra gratisan—dibayar sekedarnya, dituntut kerja lebih.

Setelah sadar pola ini, wajar kalau banyak orang memilih jadi pendiam dan mencari jalan lain untuk memperbaiki hidup mereka.


3. Kantor Itu Bukan Tempat Meritokrasi

Banyak kantor di Indonesia tidak dikelola dengan meritokrasi (reward berbasis kemampuan).
Lebih sering:

  • Like and dislike → siapa yang disukai atasan.
  • Kedekatan personal → siapa yang pintar merayu atau menjilat.
  • Pencitraan → siapa yang pandai terlihat sibuk, meski hasil nol.

Jadi, bicara panjang lebar menjelaskan sesuatu, kerja keras setengah mati, belum tentu berbuah manis di kantor anda.
Kadang yang sukses justru mereka yang pintar drama, suka bisik-bisik, dan menemui atasan di luar jam kerja (plus rajin-rajin memberi hadiah).


4. Filosofi Pendiam di Kantor

Alasan jadi pendiam itu sederhana:

  • Menghemat energi. Bicara banyak tidak menghasilkan uang lebih juga.
  • Mengurangi ekspektasi. Kalau diam, orang tidak menuntut lebih dari kita.
  • Menjaga kewarasan. Tidak perlu ikut drama kantor.
  • Fokus ke hidup di luar kantor. Karena rezeki sebenarnya tidak hanya dari gaji kantor.

5. Dampak Jadi Pendiam di Kantor

  1. Negatif: kadang orang salah paham, mengira kita sombong atau tidak level bergaul sama mereka.
  2. Positif: bebas dari drama, tidak jadi kambing hitam, bisa bekerja lebih tenang.

Dan yang terpenting: bisa tetap jaga kesehatan mental.


6. Sebaiknya Pintu Rezeki Tidak Hanya Satu

Islam mengajarkan:

“Dan di langit terdapat rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.”
(QS. Adz-Dzariyat: 22).

Artinya: gaji dan jabatan bukan satu-satunya jalan rezeki.
Kalau kantor menutup jalan, Allah bisa buka dari arah lain—bisnis, peluang, bahkan hal tak terduga.

Jadi, tidak perlu stres hanya karena karirmu mentok di kantor.
To tell you the truth, dunia luar lebih luas dan lebih menghasilkan, jika kamu beruntung.


7. Bicara Ide dan Pikiran = Dirampas Atasan dan Reward-nya Bukan Untuk Kita

Sering kali, ide-ide yang kita sampaikan di rapat justru dicomot atasan.
Yang dipuji? Atasan.
Yang dapat promosi? Orang lain.
Kita? Dapat cap “bisa diandalkan dan bermanfaat”, tapi gaji tetap.

Di sinilah alasan logis untuk memilih jadi pendiam.
Kerja seperlunya, penuhi target, pulang tepat waktu.


8. Refleksi: Hidup Lebih dari Sekadar Kantor

Kalau hidupmu cuma untuk kantor, wajar kalau kamu kecewa.
Tapi kalau kantor hanya sebagian kecil dari hidupmu, diam di kantor bukan masalah.

Pendiam di kantor, tapi aktif di luar kantor:

  • Membangun bisnis sendiri.
  • Menulis.
  • Trading saham/kripto.
  • Mengembangkan skill lain.

Itu lebih berharga daripada habis energi untuk sistem kantor yang tidak adil dan tidak menguntungkan.


Kesimpulan: Pendiam Itu Pilihan, Bukan Kelemahan

Bicara menyampaikan ide dan pikiran pun gak naik gaji.
Effort keras pun gak nambah jabatan.
Jadi kenapa harus effort lebih?

Pendiam di kantor bukan tanda kalah, tapi tanda sadar diri.
Kalau sistemnya tidak menghargai, jangan buang energi.
Kerja secukupnya, jaga kesehatan, dan fokus ke rezeki di luar kantor.

Terima Kasih atas kunjungan dan komentarnya di NKRI One

Most Read
Scroll to Top