Nabok itu dalam bahasa Indonesia artinya menampar, karena kita orang Indonesia dan menulis di NKRI one, maka kita akan (berusaha) menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, walaupun kita sedang kesal (katanya menulis bisa meredakan amarah lho).
Pertanyaan ini mungkin muncul ketika kita merasa tersinggung, marah, atau bahkan merasa terhina oleh ucapan atau tindakan seseorang yang menyebalkan dan/atau menjijikkan bagi kita.
Namun, dalam masyarakat yang diatur oleh hukum, tidak semua reaksi atau balasan atas perilaku buruk orang lain diizinkan.
Menampar seseorang, meskipun dalam keadaan emosional, dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius.
Di Indonesia, misalnya, tindakan kekerasan fisik, bahkan yang ringan seperti tamparan, dapat dianggap sebagai penganiayaan yang memiliki sanksi pidana.
Dalam sistem hukum modern, nabok (menampar) atau melakukan tindakan fisik terhadap orang lain karena merasa dihina, tidak sopan, atau diperlakukan dengan kurang ajar tidak dibenarkan secara hukum.
Kekerasan fisik terhadap orang lain, termasuk menampar, dapat dianggap sebagai penganiayaan atau penyerangan menurut hukum pidana di banyak negara, termasuk di Indonesia.
Mari kita telusuri lebih lanjut bagaimana hukum menangani tindakan kekerasan fisik, dan apa saja alternatif yang lebih bijak dalam menghadapi situasi yang memicu kemarahan, sehingga anda tidak perlu nabok orang.
Pengertian Kekerasan dalam Hukum
Secara hukum, kekerasan adalah setiap tindakan fisik yang dilakukan terhadap seseorang dengan tujuan untuk menyakiti, melukai, atau memaksa orang lain.
Di Indonesia, penganiayaan atau tindakan kekerasan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Pasal 351 KUHP, penganiayaan adalah segala perbuatan yang dengan sengaja menyebabkan rasa sakit atau luka pada tubuh seseorang.
Menampar orang dapat dikategorikan sebagai penganiayaan ringan.
Meski mungkin dianggap sebagai tindakan sepele dalam beberapa kasus, hukum tidak memandangnya sebagai tindakan yang bisa dianggap enteng.
Sebagai contoh, nabok (nampar) seseorang karena merasa tersinggung atas kata-kata mereka masih dapat dianggap sebagai serangan fisik yang melanggar hukum.
Hukum buatan manusia melindungi hak asasi manusia atas integritas fisiknya—setiap individu berhak untuk tidak diserang secara fisik, walaupun mereka sebenarnya pantas dimusnahkan.
1. Hukum di Indonesia tentang Nabok
Di Indonesia, tindakan fisik seperti nabok seseorang dapat dikategorikan sebagai penganiayaan di bawah Pasal 351 KUHP.
Meskipun niatnya hanya untuk retaliasi (melakukan tindakan pembalasan) karena merasa dihina, hukum tetap melindungi keutuhan fisik setiap individu, terlepas dari situasi emosional yang kita alami.
Penganiayaan ringan dapat dihukum dengan hukuman penjara hingga 2 tahun 8 bulan (dua tahun delapan bulan), atau lebih tergantung pada tingkat luka yang ditimbulkan.
TIngakatan Hukum Pidana Penganiayaan Ringan
Dalam KUHP, ada berbagai tingkatan penganiayaan yang diatur berdasarkan berat atau ringannya luka yang ditimbulkan:
- Pasal 351 Ayat 1 KUHP:
Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat dihukum dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda. - Pasal 352 KUHP:
Penganiayaan ringan yang tidak mengakibatkan luka parah dihukum dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Dengan demikian, meskipun tamparan mungkin hanya mengakibatkan rasa sakit yang sementara, itu tetap bisa dianggap sebagai penganiayaan.
Ada baiknya kita berpikir dua kali sebelum mengambil tindakan fisik, meskipun orang yang kita hadapi telah melakukan tindakan yang sangat provokatif atau menghina.
2. Pembelaan Diri
Dalam hukum, pembelaan diri (self-defense) dapat diterima sebagai alasan yang sah untuk melakukan tindakan fisik jika seseorang menghadapi ancaman langsung terhadap keselamatan jiwa atau tubuhnya.
Namun, untuk pembelaan diri dianggap sah, kekerasan yang digunakan harus seimbang dengan ancaman yang dihadapi.
Jika seseorang hanya menghina atau berbicara kurang ajar, hal tersebut tidak dianggap sebagai ancaman langsung terhadap keselamatan fisik, sehingga nabok orang tidak akan dibenarkan sebagai pembelaan diri.
(KEP: “Oh, gw kira bisa, yaaah“
Pembelaan diri ini hanya diizinkan jika tindakan tersebut dilakukan untuk melindungi diri sendiri dari ancaman fisik yang nyata dan langsung.
Misalnya, jika seseorang mencoba menyerang Anda secara fisik, Anda berhak untuk melindungi diri dengan cara yang proporsional.
(KEP: “Gak boleh kasih ‘bonus tambahan’?“)
Namun, jika ancaman yang dihadapi hanya berupa kata-kata kasar atau penghinaan, nabok atau tindakan fisik lainnya tidak dapat dianggap sebagai pembelaan diri yang sah.
Hukum menetapkan bahwa pembelaan diri harus sebanding dengan ancaman yang dihadapi.
Jadi, jika ancamannya hanya berupa penghinaan verbal, maka menanggapi dengan kekerasan fisik akan dianggap tidak seimbang dan dapat dijerat dengan hukum.
3. Alternatif Non-Kekerasan
Dalam situasi di mana seseorang berbicara tidak sopan atau menghina, respon terbaik adalah dengan tetap tenang dan mengendalikan diri.
Sebaiknya melaporkan kejadian tersebut jika perlu dan sudah eneg banget, terutama jika melibatkan penghinaan yang serius atau fitnah.
Dalam beberapa kasus, tindakan hukum seperti laporan pencemaran nama baik atau fitnah dapat diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU ITE dan hukum pidana.
Hukum Pencemaran Nama Baik dan Fitnah
Jika seseorang menghina atau mempermalukan Anda secara verbal, langkah terbaik yang dapat diambil adalah menggunakan jalur hukum yang tersedia seperti pencemaran nama baik atau fitnah.
Penghinaan atau pencemaran nama baik, jika dilakukan secara terbuka dan mempengaruhi reputasi Anda secara signifikan, bisa dilaporkan ke pihak berwenang dan pelakunya bisa dikenai sanksi hukum.
Dengan demikian, hukum menyediakan solusi yang lebih baik daripada mengambil tindakan fisik, yang justru bisa menempatkan Anda dalam masalah yang lebih besar.
Kesimpulan: Sebisa Mungkin Jangan Nabok Orang Duluan
Secara hukum, nabok orang karena merasa dihina atau diperlakukan dengan kurang ajar tidak dibenarkan.
Kekerasan fisik dapat membawa konsekuensi hukum serius, dan tindakan seperti ini sebaiknya dihindari.
Lebih baik menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah jika Anda merasa dirugikan, dihina, dan/atau sudah kelewatan.
Jika merasa kesal atau diperlakukan tidak adil, sabar dan pertimbangkan tindakan hukum yang sesuai adalah pilihan yang lebih baik daripada menggunakan kekerasan.
Berhadapan dengan orang yang kasar atau menghina kita secara verbal bukanlah hal yang mudah.
Tetapi, sangat penting untuk tetap tenang dan mengendalikan emosi.
Mengambil langkah hukum atau menggunakan jalur diplomatik untuk menyelesaikan masalah adalah cara yang lebih bijaksana daripada menggunakan kekerasan.
Nabokin orang mungkin memberikan kepuasan sesaat, tetapi risiko hukumnya jauh lebih besar.
Berlatih kesabaran dan pengendalian diri tidak hanya akan membantu Anda menghindari masalah hukum, tetapi juga akan membuat Anda lebih dihargai sebagai individu yang tenang di bawah tekanan.
Orang yang mampu mengendalikan emosinya dan bertindak dengan tenang dalam situasi yang memicu kemarahan sering kali dipandang sebagai orang yang kuat dan dewasa secara emosional.
Kata Allah dan Rasul-Nya:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(Q.S. Ali Imran: 133-134)
Menahan amarah dan memaafkan orang adalah hal yang diinnginkan Tuhan ada padamu.
“Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.
Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.”
(Q.S. Ash-Shūraá (The Consultation): 36-37)
Sebaiknya jangan marah, namun jika marah, tahanlah diri anda, karena Allah.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang kuat bukanlah yang pandai berkelahi, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Semua orang mampu melampiaskan kemarahannya, tapi berapa orang yang bisa menahan amarahnya?
Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang menahan amarah padahal dia mampu untuk melampiaskannya, maka pada hari kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, hingga Allah mempersilahkannya memilih bidadari yang dia inginkan.”
(HR. Tirmidzi)
Hawa nafsu kita ketika kita marah sebenarnya sangat mengerikan jika kita tidak menahannya dengan mengingat Allah,
“Orang-orang yang kuat di antara kalian adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya ketika marah, dan orang yang paling santun di antara engkau adalah orang yang memaafkan ketika mampu.”
(HR Ibnu ad-Dunya dan lainnya)
“Tidaklah seorang hamba meneguk tegukan yang lebih besar pahalanya daripada seteguk kemarahan yang ditahannya karena mengharapkan keridhaan Allah.”
(HR Ibnu Majah)
“Tidak ada tegukan yang lebih disukai oleh Allah SWT daripada tegukan kemarahan yang ditahan oleh seorang hamba.
Dan tidaklah seorang hamba menahannya, kecuali Allah memenuhi kalbunya dengan keimanan.”
(HR Ibnu ad-Dunya)
Enak ya jadi hamba Allah, begitu anda marah, kesal, dan/atau hampir kehilangan kesabaran, anda dihadapkan pada pengingat yang akan mencegah anda berbuat kerusakan.
Pesan Layanan Hamba Allah:
Anda tidak dibenarkan bereaksi secara berlebihan di bumi, apalagi sampai menimbulkan kerusakan yang dapat dilihat oleh mata manusia, karena anda di sini untuk belajar sabar, bukan untuk belajar cara musnahin serangga dan/atau sampah.