Mau Kembali ke Dunia Hitam?
Pernah kepikiran balik jadi mafia atau kerja dunia hitam?
Bukan cuma sekedar pikiran, keinginan, dan/atau bayangan, tapi kamu yakin banget kalau kamu akan lebih sukses di dunia mafia ketimbang di dunia kebaikan ini.
Artikel ini mengulik godaan, alasan moral, dan mekanisme Allah—kenapa sebagian orang yang “berbakat” jadi mafia di dunia hitam tetap memilih hidup normal.
Ada kalimat yang sering terlintas saat kebosanan atau kejenuhan menyerang: “Enak kali ya jadi mafia lagi.”
Bukan sekadar angan-angan sinetron — itu suara curiositas gelap yang muncul ketika hidup terasa monoton, when adrenaline and shortcuts look tempting.
Di tulisan ini kita akan bahas kenapa pikiran macam itu wajar muncul, apa konsekuensi nyata dari kembali ke ranah hitam, dan kenapa — meski kita merasa “berbakat” di dunia itu — banyak dari kita memilih bertahan di jalan yang Allah ridhai.
Disclaimer: Ini bukan endorsement kriminal.
Ini refleksi psikologis, spiritual, dan sosiologis untuk pembaca dewasa yang suka mikir random.
1) Godaan Dunia Hitam: Mengapa Terlihat “Menggiurkan”?
Beberapa alasan kenapa dunia hitam terasa menarik:
- Kecepatan hasil.
Di dunia legal, hasil besar sering butuh waktu lama.
Dunia gelap menjanjikan uang cepat, sensasi instan, power dalam sekejap. - Adrenalin & identitas.
Bagi beberapa orang, risiko itu menambah rasa hidup.
Mereka yang bosan dengan rutinitas kantor menikmati “peran” yang stagnan, monoton, dan melelahkan mental serta fisik. - Skill fit.
Ada yang memang punya skill khusus dan tidak biasa, seperti — negosiasi keras, jaringan, insting survival — yang membuat mereka merasa cocok di ranah itu.
Tapi jangan tertipu: semua ini adalah surface glamor.
Di baliknya ada konsekuensi psikologis, hukum, moral, dan spiritual yang berat.
Plus, sanggup melihat muka manusia tidak berbentuk muka lagi?
(kalau gak sanggup, sebaiknya jangan)
2) Sifat Kita yang “Lebih Kejam dari Setan” — Itu Berbahaya
“Kita lebih kejam daripada setan.”
Itu hiperbola atau beneran mengandung inti: pengalaman masa lalu atau naluri membuat seseorang punya kecenderungan destructiveness.
Ini risiko kalau kecenderungan itu dilepas:
- Kerusakan nyawa dan keluarga.
Tindakan “balas dendam” atau kekerasan merusak banyak orang tak berdosa, bukan hanya target. - Resiko hukum & hilangnya kebebasan.
Penjara, denda, kehilangan hak hidup normal.
Gpp bosan, yang penting aman. - Gangguan jiwa.
Hidup dalam kewaspadaan itu tidak enak, dan melakukan tindakan kriminal bisa merusak mental.
Empati anda bisa jadi nol, dan anda tidak punya rasa manusiawi lagi. - Reputasi sosial.
Sekali reputasi hancur, susah kembali normal—anak, pasangan, dan keluarga besar kita bisa juga ikut menanggung akibatnya.
Mereka yang pernah atau sempat di dunia hitam tahu: sensasi kesenangan euforia di awal itu, bisa berubah menjadi pengalaman buruk dan/atau penyesalan seumur hidup.
3) Kenapa Kita Masih di Sini — Mengapa Allah Menahan Kita?
Pertanyaan kunci: kenapa, meski “berbakat” dunia hitam, kita masih bangun pagi kerja kantoran?
Kenapa kita harus senantiasa sabar dan menahan diri?
Jawabannya seringnya kompleks:
- Ikatan keluarga.
Istri, anak, orang tua—mereka adalah penyekat emosional paling ampuh. Kita bertahan karena mereka masih ada, dan mereka tidak ingin kita kembali ke jalan dimana, ridha Allah, jalan yang Allah ridhai tidak tampak di depan mata lagi. - Cobaan sebagai pendidik.
Allah memberi ujian dan kenikmatan yang membuat kita punya alasan untuk tidak kembali ke jalan gelap.
Permainan duniawi (hobi, bisnis halal, mainan) adalah mitigasi risiko hadiah dari Allah agar kita tidak perlu kembali ke dunia hitam. - “Dirantai” Allah.
Keyakinan: ada pembatasan dari Allah agar kita tidak melampaui batas.
Kadang terasa seperti rantai yang membelenggu, tapi sebenarnya justru itu menyelamatkan kita. - Rasa tanggung jawab.
Pernikahan dan anak bukan sekadar kewajiban legal — itu beban moral tinggi yang membuat kita memilih ketenangan, kenyamanan, dan jauh dari ketidaktenangan.
Intinya: ada kontrol dari Allah yang menahan kita. Yang menyelamatkan kita.
4) Kalau Nggak Bahagia — Apa Alasan Kembali ke Dunia Hitam Dibenarkan?
Singkat: tidak ada alasan benar untuk kembali ke kejahatan, kehancuran, ketidaktenangan, dunia dimana nyawa hanya senilai koin.
Kalau sedang tidak happy, banyak opsi yang jauh lebih aman dan sehat untuk dilakukan:
- Cari terapi: psikolog/psikiater.
- Ubah environment: cut ties toxic, cari usaha baru.
- Perbaiki spiritualitas: lebih dekat ke Allah, shalat, dzikir, sedekah.
- Temukan outlet halal untuk adrenalin: olahraga ekstrem, kompetisi, bisnis start-up.
- Main game sepuasnya. (PS dan Game PC kan ada disediakan Tuhan)
Allah memberikan banyak jalan lain, entertainment buat kita — tidak seharusnya kita membuat Tuhan sedih dengan “kabur dari penjara” yang dibuat-Nya khusus untuk kita.
5) “Kalau Aku Mau, Aku Bisa” — Bahaya Niat Jahat yang Terpendam
Yang Tuhan mau kita tenang di sini, santai, emnikmati hidup, menolong orang, dan jangan menindaklanjuti kejahatan orang lain terhadap orang-orang yang kita sayangi.
Selama tidak fatal, jangan “menepuk nyamuk dengan pedang katana”
- Kekerasan dan balas dendam biasanya berakhir tragis.
- Banyak manusia lain menginginkan posisimu.
- Jika kamu mengeluarkan sifat jahatmu, yang ada malah akan merusak hatimu sendiri, hati yang sudah kamu jaga bersih dari kejahatan.
Kalau emosi memuncak: tarik napas, ambil jarak, dan jangan pernah bertindak dalam kondisi “rage version: ON”.
6) Jalan Aman: Menyalurkan Insting dan/atau Bakat di Kegelapan untuk Kebaikan di Jalan Allah
Kamu merasa berbakat “dunia hitam”?
Salurkan ke hal-hal positif:
- Keamanan & investigasi legal.
Misalnya kerja di bidang keamanan, escort, bodyguard (jangan malah jadi assassin ya, lol), siber, forensik, risk management, dan/atau ahli investasi. - Bisnis berisiko tinggi (halal).
Trading, startup, venture capital: adrenaline + income legit. - Olahraga ekstrem.
Menyalurkan adrenalin tanpa merugikan orang lain. - Aktivitas sosial.
Pakai kepiawaianmu untuk melindungi orang lain: relawan, rescue mission, advokasi, dan/atau menolong orang yang sudah berada di garis akhir hidupnya (kalau tidak kamu tolong).
Dengan begitu, insting bertahan & kontrol bisa menjadi aset untuk kebaikan.
Kesimpulan: Dunia Hitam Itu Menggoda — Tapi Bukan Hidup yang Kamu Inginkan
Mafia, dunia hitam, sensasi kriminal — semua itu punya daya tarik yang manusiawi.
Tapi daya tarik itu sebenarnya sangat kecil dibanding tanggung jawab moral, tanggung jawab etika, serta sebab akibat yang ditimbulkan dari segala amal dan perbuatan buruk kita.
(Naudzubillah)
Allah menahan kita di sini (di dunai teletubbies) karena Allah tidak mau kita rusak.
Kalau kita bosan hidup “normal”, carilah penyaluran yang tidak terlalu merusak dan aman ketika ingin kembali lurus, main game misalnya, LOL (saya tidak bilang game apa lho).
Kalau sesekali kamu tersenyum dan berpikir bilang, “Enak kali ya jadi mafia lagi”, fine, gpp,
Tapi jangan lupa: kamu tidak benar-benar ingin itu,
kamu hanya muak pada wanita yang merasa dirinya cantik padahal tidak,
kamu hanya merasa bosan dengan rutinitasmu,
kamu merasa bahwa sebenarnya kamu tidak ingin berhubungan sosial dengan siapapun dulu (sampai kamu tenang dan senang lagi).
Jadi, jika itu terjadi, take a break form your kindness, be alone, and seclude yourself, away from human.


























