Karena Kalau Kita Tidak Dirantai Allah, Kemungkinan 99,99% Kita Akan Membuat Kerusakan
Dirantai oleh Allah bukan bentuk pengekangan, tapi penyelamatan. Karena tanpa itu, saya yakin, kita bisa jadi pembuat kerusakan terbesar di muka bumi.
Manusia itu, kita saat ini, pada dasarnya liar. Kalau tidak dikekang oleh Allah, 99,99% (sembilan puluh koma sembilan puluh sembilan persen) dari kita akan jadi pembuat kerusakan.
Maka sebenarnya, rantai dari Allah bukan kutukan, tapi bentuk kasih sayang yang menyelamatkan.
1. Manusia Itu Liar Kalau Tidak Diikat
Satu fakta: kita, kalau gak ditahan—gak dikendalikan, gak “dirantai” oleh sesuatu yang lebih besar dan infinite seperti Allah (Tuhan kita) —akan secara alami membuat kerusakan, walaupun mungkin tidak ada niat dan/atau rencana untuk melakukan “devastating incidents“.
Bukan karena kita manusia aslinya jahat, tapi karena hawa nafsu dalam diri kita terlalu liar dan buas untuk dikendalikan oleh diri kita sendiri tanpa bantuan Allah.
- Mau uang lebih
- Mau kekuasaan lebih
- Mau pujian lebih
- Mau cinta dari semua orang
- Dan mau bebas melakukan apa saja
Kalau gak dikontrol sama Allah, manusia bisa jadi makhluk paling menakutkan di muka bumi—dan sebagian sudah begitu.
Makanya, ketika saya sadar saya sedang “dirantai” oleh Allah, saya gak marah, saya gak memberontak.
I’m fine. Bahkan bersyukur.
2. Rantai dari Allah Itu Tak Terlihat, Tapi Sangat Nyata
Allah tidak merantai kita seperti manusia merantai hewan.
Dia tidak pakai logam, tidak pakai borgol, tidak pakai kurungan.
Tapi rantai-Nya jauh lebih kuat dari itu semua.
Tipe Rantai dari Allah:
- Rantai Rasa Takut Berdosa
Tangan ini ingin menyentuh yang bukan mahram, bukan hak saya, bukan “makanan” saya, tapi rasa takut akan murka Allah menahan saya untuk melakukan hal yang bisa saya sesali.. - Rantai Amanah
Kita mau bohong, mau curang, mau kabur, tapi diingatkan selalu oleh Allah. - Rantai Cinta
Kadang kita ingin pergi dari seseorang, tapi Allah membuat hati ini tidak bisa lepas karena Allah ingin kita tetap ada untuknya, menyayanginya, dan melindunginya saat diperlukan. - Rantai Kesadaran
Kita tahu batas. Kita tahu tempat. Kita tahu tidak bisa berlaku seenaknya karena sudah diberikan ilmu dan bashirah (sebagai pendamping kita).
3. Tanpa Allah, Saya Bisa Jadi Monster
Secara jujur ya, kalau Allah gak merantai saya dengan amanah dan rasa takut kepada-Nya…
I could’ve been anything.
Termasuk makhluk yang merusak dan menguasai, karena potensi itu ada di dalam diri saya—dan mungkin juga di dalam dirimu.
Saya tahu cara:
- Memanipulasi.
- Menggoda.
- Mengendalikan.
- Menghancurkan.
Tapi saya tidak melakukannya.
Kenapa?
Bukan karena saya sok suci, tapi karena saya dijaga, dilindungi, dikurung, dan dirantai oleh Allah.
Dan saya merasa cukup senang (kadang terharu) karena bisa mengendalikan diri.
Bukan karena kekuatan saya, tapi karena rahmat dan kuasa serta cinta kasih Allah.
4. Menjadi Hamba yang Terkendali Itu Lebih Damai
Banyak orang berpikir bahwa kebebasan adalah puncak kebahagiaan.
Mereka ingin bebas, sebebas-bebasnya.
Tapi, menurut saya, saya lebih senang “ditahan” Allah
Karena:
“Walaupun aku tidak bebas. Tapi aku aman dan selamat. Alhamdulillah.”
5. Kalau Allah Tidak Menahan Saya, Saya Akan Lari
Saya ini bukan orang kuat-kuat amat.
Kadang ada rasa ingin kabur dari semua amanah, dari semua masalah, dan dari semua orang.
Saya ingin pergi, menghilang, dan tidak diingat siapapun.
(Just disappear like I were never here, you never know me, and no one can recognize me unless I smile to them first)
Tapi lalu Allah selalu mengingatkan saya untuk stay (tidak pergi).
Dengan berbagai cara, bahkan lewat tangisan orang yang saya sayangi.
Karena tugas dan amanah yang belum selesai.
Saya tahu itu.
Dan saya sadar…
Kalau Allah tidak menahan saya, saya mungkin bisa menjadi sumber kehancuran mereka yang menjadikan saya sebagai tiang penyangga kesehatan mental dan jiwanya, jika saya menghilang.
6. Rantai Itu Bentuk Cinta, Bukan Hukuman
Ketika kita dikekang, kita biasanya akan marah.
Tapi rantai dari Allah beda.
Dia mengikat hati, bukan tubuh.
Dia mengarahkan, bukan menekan.
Karena Allah tahu:
- Kita bisa sangat egois.
- Kita bisa sangat jahat.
- Kita bisa menjadi makhluk yang bahkan Iblis pun takjub melihatnya.
Maka rantai itu sesungguhnya adalah bentuk cinta-Nya.
Seperti orang tua yang menahan anak kecil agar tidak lari ke jalan raya.
Anaknya menangis karena ingin bebas, tapi sang ayah tahu: itu demi keselamatannya.
Begitu juga Allah kepada kita.
7. Saya Bersyukur Dirantai
Saya bersyukur Allah tidak membiarkan saya liar.
Saya bersyukur Dia selalu mengingatkan saya sebelum saya jatuh.
Karena kalau tidak…
Mungkin saya sekarang:
- Sedang menganiaya orang.
- Menyakiti hati orang yang saya cinta.
- Mengkhianati amanah yang dititipkan.
- Hidup dalam kehancuran yang saya ciptakan sendiri.
Tapi karena rantai itu…
Saya tetap sadar.
Saya tetap tenang.
Dan saya tetap… dalam jalan yang (semoga) diridhai-Nya.
8. Penutup: Lebih Baik Dirantai oleh Allah, Daripada Bebas Tapi Rusak
Kebebasan itu overrated.
Yang kita butuhkan bukan bebas sebebasnya, tapi arah dan kendali.
Dan tidak ada kendali yang lebih aman selain kendali dari Allah.
Jadi, kalau kamu merasa saat ini hidupmu dibatasi—tidak bisa seenaknya, tidak bisa melakukan semua keinginanmu—mungkin itu karena kamu sedang dijaga dan dirantai oleh-Nya.
Dan itu… bukan kutukan. Itu berkah.
“Karena kalau saya tidak dirantai oleh Allah, kemungkinan besar saya adalah bagian dari kerusakan dunia ini.”
Maka biarlah saya tetap dalam rantai-Nya.
I’m fine with that. Alhamdulillah.