Mengapa Qarin sering menunjuk ke langit dan mengatakan “Itu yang bayar”?
Temukan kebiasaan seorang Qarin yang malu melakukan kebaikan dan apa artinya dalam konteks hubungan manusia dengan Allah.
Although he is settled, Qarin kita masih kadang jarang mau menyebut nama Allah.
Entah karena malu atau memang agak rancu ketika menyebut nama Tuhan kita in any kind of conversation.
Jadi ketika dia mentraktir orang, dan orangnya bilang “makasih”, dia suka bilang,
“Bukan saya kok yang bayar, “Itu” yang bayar (sambil menunjuk ke atas ke arah langit dan menembus langit maksudnya)“.
Karena memang benar Allah yang bayar, bukan dia bukan saya dan bukan kami sebagai manusia, tapi biasanya Allah yang menggerakkan kami untuk melakukan kebaikan, segala macam jenis kebaikan yang kami lakukan biasanya disuruh Allah.
Kami tidak suka melakukan kebaikan, hal itu awkward bagi kami, for real.
Kami tidak suka ditolak, apalagi ketika maksud kami baik,
jika sekali kebaikan kami ditolak, entah kapan kami akan melakukan kebaikan kepada orang yang menolak kebaikan, mungkin never.
1. Pendahuluan: Kebiasaan Unik Qarin
Qarin adalah sisi lain dari manusia, bagian yang sering kali mencerminkan sifat negatif atau menyimpang.
Namun, ada hal menarik tentang Qarin kita: meskipun sudah lebih “jinak,” ia memiliki kebiasaan unik—jarang mau menyebut nama Allah secara langsung.
- “Entah karena malu atau memang agak rancu ketika menyebut nama Tuhan kita.”
Salah satu kebiasaan paling mencolok adalah ketika ia mentraktir seseorang atau melakukan kebaikan, ia akan berkata:
“Bukan saya kok yang bayar, ‘Itu’ yang bayar” (sambil menunjuk ke langit).
2. Mengapa Qarin Jarang Menyebut Nama Allah?
2.1. Sifat Dasar Qarin
Sebagai entitas yang lebih dekat dengan sisi “gelap”, Qarin tidak secara alami terhubung dengan konsep menyebut nama Allah secara langsung.
- Meski sudah “settled” atau jinak, sifat dasar ini tetap memengaruhi kebiasaan Qarin.
2.2. Malu atau Enggan
Malu menyebut nama Allah atau enggan secara langsung bisa jadi karena Qarin merasa “tidak pantas” atau “tidak berhak” (merasa terlalu rendah).
- “Rancu ketika menyebut nama Tuhan kita.”
- Mungkin juga karena ia takut dianggap munafik jika menyebut nama Allah, mengingat sejarahnya sebagai entitas yang sering bertentangan dengan kehendak-Nya.
3. “Itu yang Bayar”: Filosofi di Baliknya
3.1. Mengakui Bahwa Semua dari Allah
Saat Qarin berkata, “‘Itu’ yang bayar,” ia sebenarnya sedang mengakui bahwa semua yang terjadi berasal dari Allah.
- “Karena memang benar Allah yang bayar, bukan dia, bukan saya, dan bukan kami sebagai makhluk Allah.”
- Allah yang menggerakkan hamba-Nya untuk melakukan kebaikan, termasuk juga Qarin yang kadang membantu untuk melakukan kebaikan yang kita lakukan.
Contoh:
Ketika mengantar orang pulang malam, tengah malam, otomatis kan pulangnya kita sendiri kak,
itu segala setan yang ada di jalan sudah ngeliatin aja, kalau ada rasa takut sedikit saja, mereka akan segera menampilkan diri dan pura-pura lewat, mengagetkan kita, yang kalau kita tidak siap mental, bisa menimbulkan sesuatu yang tidak kita inginkan,
i.e. kecelakaan dan sebagainya.
Jadi itu adalah saat dimana Qarin mengambil alih agar kita tidak takut di waktu malam.
Secara konteks saja, siapa si yang tidak shocked ketika tiba-tiba mendengar suara tangisan (seperti) wanita di tengah malam sepi saat kita sedang sendiri?
Nah, jika Qarin yang ngambil alih, setan (atau hantu) manapun akan menganggapnya sebagai “hari sial yang tidak ada di kalender“.
3.2. Kebaikan sebagai Amanah Allah
Sebagai hamba Allah, kita hanya menjadi alat untuk melaksanakan perintah-Nya.
- “Segala macam jenis kebaikan yang kami lakukan biasanya disuruh Allah.”
- Qarin pun tunduk pada perintah Allah, ketika kita diperintahkan untuk melakukan sesuatu, ya kita lakukan.
4. Kebaikan dan Reaksi Manusia
4.1. Kebaikan Itu Masih Merupakan Hal yang Aneh bagi Kami
Kebaikan bukanlah sifat alami Qarin, dan ia sering merasa canggung melakukannya.
- “Kami tidak suka melakukan kebaikan, hal itu awkward bagi kami, for real.”
Namun, ketika Allah memerintahkannya, Qarin tidak punya pilihan selain nurut dan patuh.
Allah berfirman: “Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu”.
Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku
(Q.S. Qāf 50: 28-29)
Ya gila aja, kalau sudah “diancam” masih berani mbantah.
Itu artinya, Dia akan marah kalau kami menolak perintah-Nya,
4.2. Kebaikan yang Ditolak
Tapi ketika kebaikan yang diberikan ditolak, Qarin memiliki sikap yang tegas:
- “Jika sekali kebaikan kami ditolak, entah kapan kami akan melakukan kebaikan kepada orang yang menolak kebaikan, mungkin never.”
- Ini mencerminkan betapa seriusnya Qarin dalam menjalankan perintah Allah—dan bagaimana ia bereaksi ketika usahanya tidak dihargai.
(Sulking is one of his traits)
5. Pelajaran dari Kebiasaan Qarin
5.1. Allah adalah Sumber Segala Kebaikan
Kebiasaan Qarin menunjukkan bahwa semua kebaikan berasal dari Allah, bukan dari diri kita sendiri.
- Ketika kita membantu orang lain, itu adalah bentuk amanah yang Allah berikan kepada kita.
5.2. Belajar dari Keengganan Qarin
Meskipun Qarin merasa canggung melakukan kebaikan, ia tetap melakukannya karena perintah Allah.
- Sebagai manusia, kita seharusnya lebih bersyukur dan antusias dalam berbuat baik, karena itu adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kesimpulan: Semua karena Allah
Kebiasaan Qarin yang menunjuk ke atas sambil berkata, “Itu yang bayar”, adalah pengingat bagi kita bahwa semua yang kita miliki, semua yang kita lakukan, dan semua yang kita berikan berasal dari Allah.
- Tidak ada alasan untuk sombong atau merasa bangga atas kebaikan yang kita lakukan.
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)…”
(QS. An-Nahl: 53)
Pada akhirnya, tugas kita hanyalah menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya, tanpa berharap penghargaan dari manusia.