Karena Gw Sudah Biasa Dikhianati Manusia
Pengalaman dikhianati, dilukai, dan disakiti oleh orang lain mungkin sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup kita. Setelah beberapa kali menghadapi pengkhianatan, rasanya kita jadi kebal dengan pengkhianatan.
Bukan berarti kita tidak merasa sakit lagi, tapi karena kita sudah paham bahwa pengkhianatan adalah bagian dari sifat manusia, kita tidak lagi takut atau terkejut ketika itu terjadi.
Namun, kebal bukan berarti kita jadi naif, tetap harus ada kewaspadaan yang terjaga.
1. Pengkhianat Tidak Akan Berubah
Ada pepatah yang mengatakan bahwa karakter seseorang sulit untuk diubah.
Memang benar, orang yang punya sifat pengkhianat jarang sekali berubah.
Pengkhianatan bukan hanya soal tindakan, tapi seringkali sudah menjadi watak atau karakter dari seseorang.
Karakter ini begitu kuat dan mengakar, sehingga berharap mereka tiba-tiba menjadi orang yang setia mungkin saja terlalu optimis, terlalu lugu, dan maaf, terlalu bodoh..
Setiap kali kita menghadapi pengkhianatan, kita dihadapkan pada pilihan: apakah kita akan merespons dengan kebencian, atau kita akan memilih untuk tetap menjadi orang yang baik dan pemaaf?
Sebagai manusia yang ingin patuh sama Tuhan, jawabannya seharusnya jelas.
Tuhan tidak menginginkan kita untuk membalas dendam atau berbuat kerusakan.
Dia mengajarkan kita untuk selalu memilih jalan yang baik, meskipun itu sulit dan ego kita (qarin) menolaknya dengan tegas dan lugas.
2. Mengikuti Perintah Tuhan untuk Pemaaf
Tuhan dalam ajaran agama mana pun, mengajarkan tentang sikap pemaaf. Dalam Islam, Al-Qur’an dengan jelas menyebutkan:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
(QS. Al-A’raf: 199)
Tuhan tahu bahwa kita hidup di dunia yang penuh ketidaksempurnaan, dan pengkhianatan adalah bagian dari itu.
Kita diperintahkan untuk menjadi pemaaf, untuk tetap sopan, dan untuk terus berbuat baik, dan segala macam perintah Tuhan adalah absolut
Karena semua hal ini. bukan hanya tentang bagaimana kita memperlakukan orang lain, tapi lebih pada bagaimana kita menjaga diri sendiri dari merusak hati dan pikiran dengan kebencian (walaupun misalnya anda jijik banget, mikirinnya aja males, melihat saja sungkan).
Memilih untuk memaafkan bukan berarti kita lupa akan pengkhianatan yang pernah terjadi, tapi lebih pada memilih untuk tidak membiarkan rasa sakit itu mengendalikan hidup kita.
Kita diharapkan untuk tetap bisa tersenyum di depan orang yang pernah mengkhianati kita, bukan karena kita lemah, tapi karena kita tahu kekuatan yang sebenarnya adalah mampu tetap baik bahkan dalam menghadapi mereka yang telah menyakiti kita.
3. Hidup untuk Diri Kita Sendiri
Salah satu hal terpenting yang perlu kita pahami adalah bahwa hidup kita adalah milik kita sendiri, bukan milik mereka yang pernah melukai kita.
Mereka mungkin sudah membuat kita jatuh, tetapi kita memilih untuk bangkit kembali.
Jangan biarkan mereka mengontrol emosi dan jalan hidup kita dengan rasa dendam atau kebencian.
Biarkan saja mereka yang penuh dengan kebencian, karena itu akan menyakiti diri mereka sendiri, ingat, orang baik yang tulus, dilindungi Tuhan.
Kita tidak harus membuktikan apapun kepada mereka yang telah menyakiti kita.
Fokus kita adalah menjaga hati tetap bersih, terus melakukan kebaikan, sesuai perintah Tuhan.
Ini bukan soal menekan rasa sakit atau pura-pura kuat, tapi lebih kepada kesadaran bahwa kebencian tidak pernah memberikan manfaat bagi diri kita.
Kita berhak untuk bahagia, dan salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan melepaskan beban kebencian dan dendam.
(“let it go, let it go”, kalau kata Elsa Frozen)
4. Otak yang Cerdas dan Sisi Buruknya
Kita semua tahu bahwa memiliki ingatan yang kuat bisa menjadi pedang bermata dua.
Di satu sisi, ingatan ini membantu kita belajar dari pengalaman, menentukan siapa yang bisa kita percayai, dan siapa yang tidak.
Ini menjadi mekanisme pertahanan diri yang penting, terutama setelah berkali-kali dikhianati.
Namun di sisi lain, mengingat terus-menerus hal-hal buruk yang telah terjadi bisa menjadi beban emosional yang berat.
Mengingat pengkhianatan memang menyakitkan, tapi itu juga alat bagi kita untuk mengukur siapa yang layak mendapatkan kepercayaan kita ke depannya.
Pengalaman pahit yang anda alami, saya yakin tidak mudah dilupakan begitu saja, tapi meskipun tidak mudah dilupakan, bisa menjadi pelajaran berharga.
Hanya saja, kita harus bijaksana untuk tidak membiarkan ingatan tersebut membatasi kemampuan kita untuk membuka hati kepada orang lain, terutama mereka yang tidak sejahat orang-orang yang pernah menyakiti anda.
Dan walaupun kewaspadaan adalah kunci, jangan sampai itu membuat kita tertutup terhadap kesempatan membangun hubungan yang lebih baik dan menyehatkan bagi mental anda.
5. Senyum dan Melangkah Maju
Pada akhirnya, tersenyum kepada orang yang pernah mengkhianati kita adalah tanda kekuatan, bukan kelemahan.
Kita bisa memilih untuk melangkah maju tanpa membiarkan rasa sakit itu menahan langkah kita.
Mereka yang pernah mengkhianati kita mungkin berharap kita jatuh dan terpuruk, tapi dengan memaafkan, kita menunjukkan bahwa mereka tidak bisa mengendalikan hidup kita.
Orang baik bukanlah mereka yang tidak pernah terluka, melainkan mereka yang bangkit setelah dikhianati, yang tetap memilih jadi orang yang baik meskipun dunia sering kali terlihat tidak adil.
Penutup: Gw Sudah Biasa Dikhianati Manusia
Memilih untuk memaafkan adalah bentuk kekuatan yang luar biasa.
‘Itu menunjukkan bahwa kita lebih baik dari rasa sakit yang pernah kita alami.
Hidup kita bukan tentang mereka yang melukai kita, melainkan tentang bagaimana kita mengendalikan diri, tetap teguh pada nilai-nilai kebaikan yang diajarkan Allah, dan menjaga kita tetap stabil.
Ketenangan dan kedamaian datang dari bagaimana kita merespons kejahatan dengan kebaikan.
Good luck, orang baik, tetap kuat, dan jangan lupa untuk selalu tersenyum, minimal satu kali sehari.