Makanan Online Sepi Pembeli: Akibat Tidak Ada Promo Lagi

Promosi atau diskon seringkali menjadi senjata ampuh bagi aplikasi penyedia makanan online untuk menarik perhatian konsumen yang merupakan calon pembeli setianya. Namun belakangan ini, pedagang makanan online mulai mengeluhkan sepinya order (pesanan) dari konsumen yang biasanya membanjiri pesan dari aplikasi penjualan makanan online yang mereka pakai. Hal tersebut merupakan akibat tidak ada promo lagi yang mampu menarik perhatian para konsumen makanan online.

Dengan banyaknya promo yang menarik, konsumen biasanya akan tetap setia dan senantiasa menggunakan aplikasi penyedia makanan online untuk memesan makanan apapun yang diinginkannya tanpa berpikir panjang.

Namun, hal itu (perilaku konsumen) berubah drastis apabila tidak ada promo yang dapat menarik minat belanja para penggiat makanan online.

Dampak Akibat Tidak Ada Promo Aplikasi Makanan Online

Ketika suatu aplikasi makanan online menghentikan promo dan/atau menawarkan promo yang terkesan “tipu-tipu”, pembeli yang bijak mulai menyadari bahwa harga makanan yang diinginkannya ternyata lebih murah jika dibeli secara langsung, tanpa menggunakan aplikasi online.

Hal ini membuat para pembeli makanan yang dulunya terbiasa dan senang membeli secara online, kini lebih memilih untuk melakukan pembelian makanan secara langsung ke warung makan atau restoran yang mereka pilih, sukai, dan inginkan.

Bahkan pelanggan setia aplikasi online yang bisa memasak, kini pun lebih memilih untuk masak sendiri, karena memang secara umum, hasilnya menjadi jauh lebih murah dan jauh lebih higienis.

Lalu, apa saja akibat tidak ada promo atau minim promo pada aplikasi makanan online? Berikut kami sampaikan dampaknya, antara lain sebagai berikut.

1. Sepinya Pembeli Akibat Tidak Ada Promo

Ketika promo mulai berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali, banyak pedagang makanan online yang merasakan dampaknya dan mengeluhkan keadaaan itu di dalam hati mereka maupun di media sosial.

Sepinya pembeli menjadi keluhan utama, mengingat pada periode promo banyak konsumen yang melakukan pemesanan seperti tanpa henti di toko makanan onlinenya.

Benar adanya istilah para penjual makanan yang rajin, “Capek itu bukan ketika melayani banyaknya pelanggan atau pembeli, namun ketika tidak ada pelanggan atau pembeli sama sekali”.

Dampak tidak ada promo itu menyebabkan sebagian penjual makanan online mulai mempertimbangkan untuk menutup aplikasi makanan online yang selama ini mereka gunakan.

2. Konsumen Sadar Perbedaan Harga Online dan Offline

Dengan tidak adanya lagi promo yang menarik atau terkesan menguntungkan, maka pembeli mulai memberanikan diri untuk membeli makanan secara langsung di warung atau resto favoritnya, dan menemukan satu hal fatal yang mestinya tidak boleh diketahui konsumen guna kelangsungan bisnis gurita makanan online. yaitu harga makanan online ternyata (jauh) lebih tinggi dibandingkan makanan offline yang dapat dibeli secara langsung tanpa aplikasi, yang kadang membuat kita lama menunggu makanan tiba.

Biaya tambahan seperti pajak, biaya pengantaran, hingga mark-up harga dari aplikasi, bahkan dalam beberapa waktu ini saya perhatikan hampir semua aplikasi online mengenakan biaya layanan dan/atau biaya platform, gila gak tuh?

Masa biaya platform dibebankan ke pelanggan, pembeli, dan konsumen?

Itu bukannya sudah kewajiban perusahaan untuk menyediakan platform penyedia perantara perdagangan atau perniagaan makanan online, lho ini kok malah dibebankan ke pengguna jasa?

Hal-hal di atas yang ditemui oleh NKRI One itulah yang membuat harga makanan online menjadi lebih mahal dan tidak masuk akal ketika dibandingkan makanan yang sama yang bisa dibeli secara langsung (offline) tanpa aplikasi.

3. Chef Amatir Mulai Sadar Makanannya Lebih Enak dan Sempurna

Saya, jarang sekali menemukan makanan yang “perfect” (sempurna) ketika memesan makanan online, bahkan di beberapa special cases (kasus-kasus tertentu), makanan yang disajikan, yang saya dapatkan terkesan dibuat asal-asalan dengan rasa yang kadang membuat saya sedih.

Hal itu, ditambah dengan promo setengah hati yang saya dapati di aplikasi makanan online, membuat saya mulai memberanikan diri untuk memasak lagi, dan ternyata hasilnya jauh lebih enak, dan terjamin kehigienisannya.

Jadi, kenapa saya harus memesan makanan online ketika saya bisa memasaknya dengan lebih baik, lebih enak, dan nyaris sempurna dari segi rasa.

Nah, jika saya saja yang mempunyai skill terbatas mulai berpikir bahwa memasak sendiri itu lebih baik, apalagi orang-orang yang mempunyai skill (keahlian) memasak di atas saya? Sudah bisa dipastikan mereka berpaling dari pemesanan makanan online dong.

Tanpa adanya promo yang menarik, konsumen mulai berpikir dua kali untuk memesan makanan secara online.

Memasak sendiri menjadi opsi yang menarik, meskipun hasil masakan tidak selamanya selalu sempurna sesuai ekspektasi.

Namun, satu hal yang pasti: makanan yang dimasak sendiri jauh lebih higienis dan sehat.

Kontrol penuh atas bahan dan cara pengolahan membuat konsumen lebih yakin dengan kualitas makanannya.

4. Pedagang Lokal Mulai Berjaya Lagi

Kurangnya minat konsumen untuk memesan makanan secara online juga menjadi peluang bagi pedagang yang hanya menjual makanan secara offline.

Konsumen yang sudah gerah dengan aplikasi makanan online mulai kembali berbelanja ke warung atau restoran kesukaan mereka untuk membeli makanan secara offline tanpa aplikasi.

Hal ini menimbulkan sentimen yang positif bagi para penjual makanan offline yang masih teguh untuk tidak bergabung ke aplikasi makanan online.

Kesimpulan NKRI One

Walau mungkin nanti pemesanan makanan online masih diperlukan dalam kondisi darurat dan mager (males gerak), tapi aplikasi penyedia makanan online mungkin tidak akan lagi menguasai pasar kuliner di Indonesia.

Hal ini pula yang menyebabkan valuasi dan/atau harga saham mereka, mungkin, tidak akan pernah naik secara signifikan lagi.

Bahkan, jika tidak melakukan perubahan secara signifikan, pelan-pelan, aplikasi penyedia makanan online akan mati dengan sendirinya, dan mulai merger lagi antar perusahaan penyedia makanan online.

Pendapat Pribadi Admin NKRI One

Karena itu, walaupun dulu sempat berniat membeli saham perusahaan penyedia makanan online, namun sepinya minat penikmat kulinari di Indonesia untuk memesan makanan online seperti dulu ketika masa pandemi Covid melanda negeri Konoha, eh Indonesia, sepertinya niat itu tidak perlu dilaksanakan.

Menghilangnya promo pada makanan online bukan hanya mempengaruhi pedagang, tapi juga mengubah perilaku konsumen secara drastis.

Meskipun teknologi memberikan kemudahan, namun faktor ekonomi dan promosi yang menarik, tetap menjadi pertimbangan utama bagi konsumen dalam melakukan setiap pembelian.

Ini menjadi pelajaran bagi para pedagang dan/atau penyedia jasa online bahwa strategi promosi memang sangat penting bagi konsumen pelanggan lama dan juga bagi calon pelanggan baru yang potensial.

Namun demikian, kualitas produk dan layanan yang konsisten adalah kunci utama untuk mempertahankan pelanggan agar setia setiap layanan dan/atau penyedia jasa.

Terima Kasih atas kunjungan dan komentarnya di NKRI One

Most Read
Scroll to Top