Pasukan NPD sering kali terdiri dari mantan korban yang kini menjadi ‘anak buah’. Pelajari bagaimana Narcissistic Personality Disorder (NPD) memanipulasi korban untuk menjadi bagian dari siklus toxic yang mereka buat.
Narcissistic Personality Disorder (NPD) bukan hanya soal bagaimana seseorang yang narsis memandang dirinya sebagai pusat segalanya, tapi juga bagaimana mereka memanipulasi dan mengontrol orang-orang di sekitarnya.
Salah satu taktik yang paling sering digunakan oleh orang dengan NPD adalah dengan memusuhi targetnya dan menciptakan lingkaran pengikut—orang-orang yang menjadi pasukan atau anak buahnya, yang sering kali tanpa sadar atau sadar tapi pada dasarnya mental tempe (penakut).
Faktanya, banyak anggota dari pasukan NPD ini dulunya adalah korban-korban si setan narsis sendiri.
Mereka pernah mengalami diisolasi, dimusuhi secara berjamaah, dan dijadikan target dalam pergerakan taktik manipulasi NPD.
Namun sayangnya, setelah masa dimusuhi itu selesai, mereka menjadi trauma dan takut kepada orang yang NPD, lalu mereka malah tunduk dan patuh menjadi “anak buah” si NPD, menjadi bagian dari rombongan yang membantu sang NPD untuk memusuhi, mengintimidasi, dan/atau menakut-nakuti orang lain, baik itu musuh lama maupun target baru si NPD.
Mari kita bahas lebih dalam bagaimana mekanisme ini terjadi, mengapa mantan korban bisa menjadi pasukan NPD, dan bagaimana pola manipulasi ini terus berlangsung.
1. Taktik Memusuhi untuk Melumpuhkan Korban
NPD memiliki keahlian dalam menjadikan orang lain sebagai musuh.
Mereka menciptakan situasi di mana target mereka merasa terisolasi dan dimusuhi banyak orang.
Biasanya, mereka melakukan ini dengan cara menghasut orang lain untuk memusuhi target mereka.
NPD sangat pandai memanipulasi orang lain untuk ikut serta dalam aksi memusuhi tersebut, bahkan tanpa disadari oleh orang-orang yang terlibat.
Ketika seseorang menjadi target NPD, mereka tidak hanya harus berhadapan dengan si narsis sendiri, tetapi juga dengan rombongan “anak buah” yang sudah dikendalikan oleh sang NPD.
Tujuannya jelas: membuat korban merasa takut, tertekan, dan kehilangan kepercayaan diri.
Ketakutan ini kemudian menciptakan rasa ketidakberdayaan yang bisa sangat merusak mental korban.
Korbannya akan mulai mempertanyakan kewarasan diri mereka sendiri, merasa terisolasi, dan pada akhirnya, menjadi lumpuh secara emosional, pada banyak kasus, korbannya akan menutup diri dari orang lain dan berusaha sekuat jiwa untuk tetap tegar menjalani hidup mereka agar tetap bernapas.
KEP: “Parah lho, tapi kita tidak boleh musnahin mereka (God’s rule), kita hanya boleh nolongin korbannya“
2. Pasukan NPD: Mantan Korban yang Berbalik Arah
Yang menarik dari fenomena ini adalah bahwa banyak dari “pasukan NPD” dulunya adalah korban si narsis sendiri.
Mereka mungkin pernah merasakan apa yang dirasakan target baru—dimusuhi, dijauhi, bahkan dihancurkan mentalnya.
Tapi setelah melewati fase tersebut, mereka dijadikan sekutu oleh NPD.
Kenapa bisa begitu?
Ini adalah bagian dari strategi manipulatif NPD.
Setelah menghancurkan korban mereka, orang dengan NPD sering kali menawarkan “bantuan” atau “kebaikan” kepada mantan korbannya.
Ini menciptakan ilusi bahwa mereka adalah penyelamat yang memberikan kesempatan kedua.
Korban yang sudah trauma dan kehilangan kepercayaan diri akhirnya merasa ditolong, padahal orang yang merusak mereka adalah orang yang sama.
Hal itu membuat mantan korban merasa terikat secara emosional kepada sang NPD, karena mereka merasa bahwa narsis inilah yang “menyelamatkan” mereka dari keterpurukan.
Akhirnya, mereka masuk dalam lingkaran NPD, menjadi pengikut setia yang siap sedia memusuhi target-target baru.
3. Siklus Manipulasi: Si Narsis yang Menjadi “Penyelamat”
Strategi ini adalah siklus manipulasi yang terus berulang.
Orang dengan NPD akan menciptakan situasi di mana mereka terlihat seperti pahlawan bagi orang yang sebenarnya mereka hancurkan.
Dengan menawarkan kebaikan setelah menghancurkan, mereka membuat korbannya merasa berhutang budi.
Padahal, kenyataannya, mereka sendiri yang menghasut orang lain untuk memusuhi korban, mereka yang menyebarkan fitnah, dan mereka yang memicu kebencian di lingkungan sekitar.
Setelah korban diisolasi dan merasa tak berdaya, si NPD datang dengan solusi, seolah-olah mereka adalah penyelamat.
Ini adalah bentuk kontrol psikologis yang sangat berbahaya.
Orang yang sudah mengalami trauma sering kali sulit melihat manipulasi ini, karena mereka sangat ingin keluar dari rasa sakit yang mereka alami.
Mereka akhirnya menggantungkan diri pada orang yang mereka anggap sebagai penyelamat, padahal orang itu adalah penyebab dari masalah tersebut sejak awal.
4. Bagaimana Mantan Korban Menjadi “Anak Buah” NPD
Setelah dijadikan sekutu oleh NPD, mantan korban kini menjadi bagian dari sistem yang memusuhi target-target baru.
Mereka mungkin tidak sepenuhnya sadar bahwa mereka telah menjadi alat untuk melanjutkan pola manipulasi si narsis.
Ada beberapa faktor yang membuat mantan korban menjadi anak buah NPD:
- Rasa hutang budi:
Mereka merasa berhutang budi kepada sang narsis karena “dibaikin” setelah melalui masa sulit. - Keinginan untuk diterima:
Setelah diisolasi, mereka mungkin sangat ingin diterima kembali di lingkungan sosial, dan NPD menawarkan “tempat” itu. - Ketakutan akan diisolasi lagi:
Ketakutan bahwa mereka bisa kembali dimusuhi jika tidak mengikuti sang narsis membuat mereka tetap patuh dan setia. - Tidak menyadari manipulasi:
Banyak dari mereka yang tidak menyadari bahwa mereka sedang dimanipulasi.
Mereka percaya bahwa mereka benar-benar ditolong, padahal mereka hanya menjadi pion dalam permainan NPD dalam garis besar.
5. Dampak Psikologis bagi Korban dan Pasukan NPD
Baik korban baru maupun mantan korban yang kini menjadi anak buah NPD sama-sama mengalami dampak psikologis yang berat.
Bagi korban baru, serangan dari pasukan NPD dapat menyebabkan trauma mendalam, kehilangan kepercayaan diri, dan isolasi sosial yang parah.
(KEP: “Setiap inget ini, rasanya Tuhan terlalu baik membiarkan mereka masih bernapas“.)
Sedangkan bagi pasukan NPD, mereka mungkin tidak menyadari bahwa mereka masih dalam kontrol si narsis.
Mereka menjalani hidup dengan perasaan ketergantungan pada “pemimpin” mereka, meskipun hubungan tersebut sebenarnya tidak sehat.
Trauma yang mereka alami sebelumnya membuat mereka sulit melihat manipulasi yang sedang berlangsung atau masih takut untuk sadar dan melepaskan diri.
6. Mengatasi Manipulasi NPD dan Keluar dari Lingkaran
Jika Anda merasa pernah berada di lingkaran ini—baik sebagai korban baru atau mantan korban yang kini terjebak dalam lingkaran anak buah NPD—penting untuk menyadari pola ini dan mulai mencari cara untuk keluar.
Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:
- Sadari Manipulasi:
Langkah pertama adalah menyadari bahwa Anda sedang dimanipulasi.
Si narsis kampret bukanlah penyelamat, dia adalah orang yang menciptakan masalah sejak awal. - Carilah Dukungan:
Bicaralah dengan orang luar, teman, atau profesional yang bisa memberikan perspektif objektif.
Mereka bisa membantu Anda melihat pola toxic ini dengan lebih jelas. - Bangun Kembali Kepercayaan Diri:
Si NPD sering kali menghancurkan kepercayaan diri korbannya.
Mulailah proses penyembuhan dengan membangun kembali kepercayaan diri dan harga diri Anda sendiri. - Jangan Takut Lepas:
Mengakhiri hubungan dengan orang yang narsis memang sulit, terutama jika Anda merasa terikat secara emosional.
Tapi melepaskan diri dari kendali mereka adalah langkah penting untuk mendapatkan kembali kebebasan dan kesehatan mental.
Penutup: Pasukan NPD, Mantan Korban yang Terjebak
Pada akhirnya, pasukan NPD adalah contoh bagaimana seorang narsis bisa mengendalikan dan memanipulasi orang lain hingga mereka yang pernah menjadi korban malah menjadi “anak buah” yang membantu melanjutkan siklus toxic ini.
Mantan korban sering kali merasa berhutang budi, padahal mereka hanya diperalat lagi, lagi, dan lagi.
Mengatasi manipulasi NPD membutuhkan kesadaran akan taktik yang digunakan dan kekuatan untuk melepaskan diri dari kendali si NPD.
Hanya dengan begitu kita bisa memutus siklus toxic ini dan mendapatkan kembali kenyamanan dan kedamaian di lingkungan sekitar kita.
Post Script (Dialog KEP)
KEP: “Sayangnya Tuhan terlalu baik pada mereka.”
B: “No, Tuhan baik kepada kamu, karena Tuhan tahu apa yang mau kamu lakukan, sehingga Dia menahanmu untuk tidak melakukan kerusakan dan/atau tindakan keji.”
K: “(tapi gw gak puas kalo gak gw ‘selesaikan’ sendiri)”
Q: “(sama, mending pake cara kita ya kan…)”
B: “Ada berapa banyak nyamuk di dunia ini?”
K: “…(mana gw tau nyet)…”
Q: “kurasa google pun nggak tau”
B: “Exactly, kamu mau memburu semua nyamuk?
Kamu mau membenci nyamuk yang memang naluri utamanya menggigit kamu?
Atau kamu mau mengincar semua nyamuk yang lewat di telingamu sembari ngatain ‘Krisna Goblok’?”
K & Q: “…(masuk akal juga argumen dan perumpamaannya)…”
Q: “(kenapa dia yang paling pinter di antara kita sih?)”
K: “(Nggak tau juga gw, perasaan yang sekolah dan les gw deh, bukan dia)”
Lupa Bilang
Oh iya, saya lupa bilang kalau korban NPD, khususnya yang sekarang bergabung jadi pasukan NPD ini, biasanya mengalami kerusakan jiwa dan/atau otak, yang bisa permanen bisa juga nggak permanen, yang disebabkan oleh trauma mendalam yang mereka alami di masa lalu.