Makan siang itu seharusnya menjadi yang terakhir bagi Krisna. Sudah berbulan-bulan ia diajak makan oleh Bu Widya, seorang kolega yang terkenal baik hati di kantor mereka. Tidak ada alasan khusus yang Krisna ketahui mengapa ia selalu menjadi pilihan Bu Widya untuk diajak makan siang bersama—setidaknya itulah yang dipikirkannya. Walaupun dia tahu salah satu pepatah di dunia ini “there’s no such thing as free lunch” (tidak ada makan siang gratis, tapi Krisna mengesampingkan pepatah itu dan menganggapnya sebagai kebaikan dari Tuhan yang datang melalui Bu Widya.
Krisna dikenal sebagai orang yang selektif (picky eater) dalam hal makanan. Jika menu makanannya masuk dalam daftar makanan kesukaannya, dia bisa makan seperti orang kesurupan dengan porsi besar dan nambah berkali-kali. Namun, jika dia tidak suka, dia tidak akan menyentuh makanan itu sedikit pun kecuali dipaksa. Sifat inilah yang tambah membuatnya heran mengapa Bu Widya senang mengajaknya makan bersama.
Krisna bukanlah tipe lelaki yang kurang ajar; ia selalu menjaga sikap dan tampil apa adanya seperti ketika dia bangun tidur, tanpa make up, tanpa wax, tapi tetap rajin menggunakan parfum, karena menurutnya, walaupun dia kadang tidak mandi, parfum bisa membuatnya tidak terdeteksi sudah mandi atau belum.
Sementara Bu Widya adalah orang yang terlahir di keluarga kaya, bersuami mapan, dan merupakan salah satu pimpinan di tempat dia bekerja. Bu Widya juga adalah orang yang teratur, rajin, dan bersih, tidak seperti Krisna yang kadang bahkan tidak menyisir rambutnya sebelum berangkat kerja.
Jadi ketika mereka makan siang bersama, dengan polaritas perbedaan mereka, tatapan penuh pertanyaan dari kolega mereka, sudah biasa menjadi pemandangan yang menarik bagi Krisna. Meski di dalam hatinya ia merasa tidak nyaman dengan tatapan iri seperti itu, tapi rasa terima kasihnya atas makan siang gratis membuatnya sedikit cuek, karena Krisna tinggal sendiri di kota besar ini, jauh dari keluarga yang dia sayangi. Sehingga kehadiran orang baik seperti Bu Widya, dia anggap seperti uluran kasih Tuhan,
Dan memang, tidak terjadi apa-apa di antara mereka yang tidak patut maupun tidak pantas, karena tidak seperti laki-laki lain yang suka memanfaatkan keadaan, Krisna tidak suka menyentuh wanita lain yang bukan muhrim dan bukan pula jatahnya, kecuali dalam keadaan terpaksa seperti menolong orang ketika akan jatuh atau tertabrak kendaraan, itu pun dia usahakan seminimal mungkin dia menyentuh,
Sejak kecil, Krisna sudah terbiasa bergaul dengan orang-orang yang lebih dewasa dari dirinya, karena dia merasa lebih nyaman berteman dengan orang yang mempunyai banyak pengalaman hidup. Dia senang mendengar cerita mereka, senang mendengar kisah mereka, dan kadang terlalu immerse (mendalami) kisah hidup serta perasaan mereka. Hal itu membuat Krisna memberikan reaksi yang otentik tidak dibuat-buat dengan respon yang tepat terhadap lawan bicaranya.
Tanpa dia sadari, mungkin itu adalah salah satu alasan Bu Widya senang mengajaknya makan siang bersama, karena Krisna tidak pernah berpura-pura baik atau berusaha menjilat, dia hanya memberikan respon apa adanya, bahkan kadang malah bercerita tentang anak dan istrinya.
Krisna merasa jika kebaikan seseorang selalu ada batasnya, karena itu dia berpikir bahwa minggu lalu adalah traktiran Bu Widya yang terakhir karena Bu Widya mengatakan bahwa dia kecewa karena Krisna tidak membawakan oleh-oleh untuknya dari kota asal Krisna yang terkenal memiliki barisan makanan kuliner unik yang enak-enak.
Walaupun Krisna sudah menjelaskan bahwa salah satu penyebab dia tidak membawa oleh-oleh adalah karena makanan kuliner yang disebutkan Bu Widya mudah rusak dan basi, tapi hal itu juga membuat dia merasa tidak enak karena Bu Widya bukan hanya sering mentraktirnya di restoran biasa, tapi kadang di restoran yang harga makanannya melebihi gajinya dalam satu hari.
Karena itu, Krisna sempat berpikir bahwa itu adalah makan siang gratis terakhir dari Bu Widya untuk dirinya.
Tapi, pesan singkat di telepon genggamnya dari Bu Widya, mengubah anggapan yang ada di pikirannya itu.
Bu Widya menanyakan dimana Krisna berada, apakah ada di kantor atau tidak, karena ingin mengajaknya makan siang bersama lagi, dan ketika Krisna menjawab bahwa dirinya sedang tidak berada di kantor, Bu Widya membalasnya dengan menanyakan apakah dia akan ke kantor besok, yang dijawab Krisna dengan jawaban singkan namun sopan, “Inshaa Allah, bu”.
Krisna, pada dasarnya malas makan siang di kantor, karena dia tidak mau makan dengan dibatasi waktu yang bisa menyebabkan dia sakit gigi atau sakit pencernaan, oleh sebab itu dia biasanya hanya makan sebelum ke kantor dan/atau sepulangnya dari kantor.
Tapi ajaran dari Tuhan dan Nabi_Nya, menyatakan bahwa dia tidak boleh menolak rezeki., sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang ditawari sesuatu tanpa memintanya maka hendaklah menerimanya.”
(HR. Ahmad)–
“Barangsiapa yang Allah datangkan kepadanya sesuatu dari harta ini, tanpa dia memintanya, maka hendaklah dia menerimanya, karena sesungguhnya itu adalah rezeki yang Allah kirimkan kepadanya.”
(Shahih At Targhib)
Karena itu Krisna tidak berani menolak ajakan setiap orang yang mau mentraktirnya, karena menurutnya itu adalah perbuatan menolak rezeki dari Allah, Tuhannya yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dan makan siang gratis minggu lalu yang dikiranya akan menjadi yang terakhir rupanya bukan merupakan traktiran terakhir dari Bu Widya, yang hingga saat ini masih akan mengajaknya makan siang bersama lagi.
Krisna adalah tipe orang yang tidak pernah menjilat atasan. Ia selalu berkata apa adanya, tanpa bumbu pemanis, meskipun ia selalu berusaha keras untuk tidak menyakiti siapapun dengan kata-katanya yang kadang terlalu tajam dan jujur.
Hal itu juga membuat Krisna lebih suka memilih diam dan menyendiri daripada bicara yang tidak perlu dengan orang yang dia anggap sebagai mulut seribu, yaitu orang yang tidak punya prinsip dalam hidup dan sering membicarakan orang lain. Walaupun sebenarnya Krisna juga menyadari bahwa terkadang diam bukanlah solusi yang tepat, dan ia perlu belajar untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak dia sukai secara lebih efektif. Meskipun demikian, ia tetap memilih untuk berhati-hati dalam memilih teman dan lingkungan pergaulannya.
Dan Bu Widya adalah orang yang sering menceritakan pengalaman hidupnya, yang bagi Krisna, menarik untuk dia dengarkan sebagai pelajaran hidup.