Tell Me: Have I Ever Touched You?
KEP: “Tell me, do you BLEED?“
No, wait, that came out wrong.
KEP: “Tell me, have I ever, ever touched you of my own accord, with any (ill) intent or lust?“
The answer is never.
Menyentuh wanita yang bukan muhrim adalah sesuatu yang bagi saya jelas dosa.
Saya tahu aturan ini dengan baik, dan karena itu, saya selalu menjaga diri untuk tidak menyentuh wanita yang tidak perlu disentuh.
Moral dan prinsip ini sudah tertanam dalam diri saya sejak lama, bahkan ketika saya masih bejat dan berada di barisan setan.
Jika ada tuduhan bahwa saya tertarik atau bahkan memiliki niat tak pantas terhadap seseorang yang dituduhkan, saya dengan tegas mengatakan: I am not that low.
Saya seorang hamba Tuhan, tidak serendah itu menyentuh sembarangan wanita.
Mengapa Menyentuh Wanita Itu Dosa bagi Saya?
Saya tidak tahu bagi anda bagaimana, tapi bagi saya, ajaran Allah dan rasul-Nya dengan jelas mengajarkan batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.
Salah satu batasan penting adalah tidak menyentuh wanita yang bukan muhrim, apalagi dengan niat yang salah dan/atau tidak dapat dibenarkan.
Ini bukan hanya soal aturan agama, tapi juga soal harga diri sebagai hamba Allah, serta menghormati privasi dan martabat (kehormatan) orang lain.
Saya tidak pernah, dengan sengaja dan/atau dengan niat yang tidak baik, menyentuh wanita yang bukan “milik” saya, bukan muhrim saya, dan/atau yang peruntukannya bukan untuk saya.
Tindakan dalam Keadaan Darurat
Namun, ada situasi-situasi di mana sentuhan menjadi tak terhindarkan, seperti dalam keadaan darurat atau situasi yang berhubungan dengan keselamatan.
Tapi bahkan dalam situasi seperti ini, saya biasanya memastikan bahwa sentuhan tersebut minimal dan merupakan pilihan terakhir, yang hanya dilakukan untuk menyelamatkan seseorang dari bahaya.
Misalnya, saat sedang menyebrang jalan dan melihat ada seorang wanita yang nyaris tertabrak atau terserempet kendaraan, saya lebih memilih untuk menarik bajunya atau menarik tasnya daripada langsung memegang tangan atau bagian tubuh lainnya.
Aslinya juga saya gampang jijikan, unless necessary (kecuali diperlukan), saya pada dasarnya tidak mau menyentuh orang lain.
Ini menunjukkan bahwa bahkan dalam keadaan darurat saja, saya tetap mencoba meminimalkan kontak fisik.
No, I Am Not That Low
Untuk siapapun yang berpikir bahwa saya memiliki niat buruk atau tertarik secara fisik dengan seseorang yang saya tidak suka tapi saya dituduh seperti itu, saya hanya bisa mengatakan: No, I am not that low.
Saya tidak memiliki ketertarikan, tidak dulu, tidak sekarang, dan tidak di masa yang akan datang.
Tuduhan itu tidak hanya salah, tetapi juga menghina nilai-nilai dan prinsip yang saya pegang.
Saya tidak akan merendahkan diri saya atau prinsip saya hanya untuk keinginan sesaat atau ketertarikan yang tidak pantas.
Bagi saya, harga diri dan kehormatan sebagai hamba Allah lebih penting daripada hal-hal seperti itu.
Dalam rangka menjaga kehormatan sebagai hamba Allah pun, bahkan ketika saya lapar, saya tidak meminta makanan kepada orang lain, walau hanya satu butir kuaci (kwaci), karena:
“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya.”
(HR Muslim)
“Barangsiapa yang meminta-meminta kepada orang kaya maka ia sungguh telah mabuk dengan khomar neraka.”
(HR Muslim dan Abu Daud)
“Cukupkanlah dirimu dari meminta-minta kepada orang lain walaupun sebatang kayu siwak (kayu untuk menyikat gigi).”
(HR Thabrani dan Bazaar)
Mengapa Ini Penting untuk Dijelaskan?
Karena, setiap kali saya mendengar atau mengingat hinaan itu, saya rasanya sedih dan mau nangis,
“Oh My God, apa saya serendah itu sekarang?
Dulu ketika dia masih perawan, saya tidak suka,
Dulu ketika dia masih terbuka, tidak memakai jilbab dengan rok selutut atau sebetis pun saya tidak mau melihatnya kecuali perlu (kesopanandan/atau tugas),
Sekarang, saya dituduh suka, tertarik, mau???“,
itu yang ada di pikiran saya setiap saya dituduh suka dengan orang yang tidak saya suka
“I am angry, I feel so insulted that I almost lost all reason not to harm those who spoke those words. I forgot that I am in a better world now, not in the ‘all you can whack’ world.”
Kehormatan dan nama baik adalah hal yang penting.
Tuduhan-tuduhan tidak benar semacam itu bisa merusak kehormatan, harga diri, dan reputasi seseorang.
Bercanda?
Ketika mereka bilang itu hanya bercanda, saya jadi teringat bahwa para pelaku bullying suka menyelimuti pembulian mereka dengan kata bercanda.
Keren lho, karena menurut saya, itu bukan bahan bercanda yang pantas diucapkan.
Kesimpulan: Tell Me
Pada akhirnya, apa yang penting bagi saya adalah tetap berpegang pada prinsip dan nilai-nilai moral yang telah diajarkan kepada saya.
Saya tidak pernah, dan tidak akan pernah, dengan sengaja menyentuh orang yang tidak saya suka, kecuali dalam keadaan darurat, keadaan kahar, terpaksa, dalam rangka tugas, dan/atau tindakan penyelamatan.
Ini bukan hanya tentang aturan agama, tapi tentang bagaimana saya dapat memilih dosa mana yang saya suka dan dosa mana yang tidak perlu dilakukan.
Saya pasti berdosa, tapi saya bisa memilih dosa mana yang saya mau.
Bagi mereka yang mungkin berpikir lain, saya hanya bisa mengatakan bahwa niat saya memang tidak selalu bersih, tapi karena sudah pernah belajar ilmu ekonomi terkait tingkat kepuasan maksimal, saya mengaplikasikan itu ke pemilihan dosa:
“Kalau mau berdosa, ya sekalian milih dosa yang menyuguhkan tingkat kepuasan maksimum“,
yang artinya ya, saya tidak mau melakukan dosa secara sengaja dengan orang yang tidak saya suka, Naudzubillah.
Jadi kalau anda masih mau menyebarkan kebencian, menyebarkan kabar bohong (fitnah) tentang saya, “Tell me, Do you Bleed?”
Saya bisa sabar dengan (hampir) segala macam hinaan, tapi ketika saya dihina suka dengan orang yang tidak saya suka, I can be so angry that I will lose all the reasoning to stay calm!
Apa saya boleh melakukan retaliasi?
Apa orang yang menghina saya seperti itu sudah siap dengan konsekuensinya?
Apa mereka mau melihat ketika saya kehilangan sifat manusiawi saya?
Apa mereka siap dengan sesuatu yang tidak memiliki rasa iba dan rasa kasihan?
Atau mereka pikir segala sesuatu itu tidak ada balasannya?
Pesan layanan hamba Allah:
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.
Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
(An-Nahl : 126)
KEP: “…”