Menjadi hamba Allah bukanlah tugas yang mudah, apalagi jika dilihat dari sudut pandang kehidupan sosial. Seorang hamba Allah pada dasarnya adalah penyendiri.
Bukan karena mereka sombong atau merasa lebih baik dari orang lain, tetapi karena mereka benar-benar merasa lebih nyaman ketika berada dalam kesendirian.
Mereka tidak suka bergaul, tidak menikmati interaksi sosial, dan lebih memilih untuk menyendiri.
Dalam kesendiriannya, seorang hamba Allah bisa lebih fokus untuk berdialog dengan Tuhannya, membaca, dan merenungkan hal-hal yang menurut mereka bermanfaat.
Bagi mereka, bercanda kosong, beramah tamah, atau sekadar senyum karier—senyum yang hanya formalitas tanpa ketulusan—merupakan sesuatu yang melelahkan.
Tersiksa Saat Dikenal dan Dianggap Ada
Bagi seorang hamba Allah, dikenal dan diakui oleh banyak orang adalah sebuah beban.
Mereka merasa tersiksa ketika orang-orang di sekitar mereka mulai menganggap mereka ada, menganggap mereka sebagai teman, atau bahkan lebih buruk lagi, menganggap mereka sebagai seseorang yang spesial.
Karena semakin banyak orang yang berinteraksi dengan mereka, semakin besar kemungkinan bahwa mereka harus berusaha menjaga perasaan orang lain.
Seorang hamba Allah, pada dasarnya, lebih suka menyendiri.
Mereka merasa bebas ketika bisa asyik dengan pikirannya sendiri, berdialog dengan Tuhannya tanpa terganggu oleh hiruk-pikuk dunia.
Di saat itulah mereka merasa benar-benar menjadi diri mereka sendiri, tanpa perlu berpura-pura atau menyesuaikan diri dengan ekspektasi sosial yang sering kali tidak sesuai dengan prinsip mereka.
Lebih Baik Menyendiri daripada Beramah Tamah
Bagi hamba Allah, menyendiri jauh lebih baik daripada harus bercanda kosong atau menyapa orang-orang yang niatnya tidak baik.
Mereka sadar bahwa di dunia ini ada banyak orang yang tidak tulus, yang datang mendekat hanya untuk kepentingan pribadi atau karena ingin memanfaatkan mereka.
Dalam situasi seperti ini, hamba Allah lebih memilih untuk menjaga jarak.
Mereka memang suka tertawa, mereka juga suka bercanda, tetapi hanya dengan orang-orang yang mereka sayangi, orang-orang yang mereka tahu tulus dalam hubungannya dengan mereka.
Mereka bisa bercanda sepanjang waktu, dari pagi hingga malam, tetapi hanya dengan orang yang benar-benar mereka percaya.
Dibenci adalah Kenyamanan
Ada paradoks menarik dalam kehidupan seorang hamba Allah.
Mereka justru merasa lebih nyaman ketika dibenci, dianggap hina, direndahkan, atau bahkan dimusuhi.
Bagi mereka, situasi ini memberikan kebebasan untuk menjadi diri sendiri.
Tidak ada ekspektasi dari orang lain, tidak ada kewajiban untuk bersikap baik, dan yang terpenting, mereka tidak perlu khawatir bahwa tindakannya akan melukai perasaan orang yang sebenarnya mereka tidak pedulikan.
Seorang hamba Allah tidak memiliki kewajiban untuk melayani orang yang membenci mereka dengan Pelayanan ala Hamba Allah yang penuh kebaikan dan kesantunan.
Bagi mereka, kebencian orang lain adalah kesempatan untuk beristirahat dari tugas-tugas sosial yang melelahkan.
Terima Kasih Telah Memusuhi Hamba Allah
Maka dari itu, terima kasih kepada mereka yang telah memusuhi hamba Allah.
Terima kasih telah memberikan mereka ruang untuk hidup sesuai dengan prinsip mereka, tanpa harus berpura-pura atau menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial.
Dan semoga kebencian itu permanen, karena hamba Tuhan tidak butuh pengakuan atau persahabatan dari orang-orang yang hatinya dipenuhi dengan keburukan.
Ketika mereka dimusuhi, mereka tidak perlu lagi terlibat dalam interaksi yang tidak berarti, tidak perlu lagi berusaha memahami atau memaafkan mereka yang seharusnya tidak perlu mereka pedulikan.
Dalam kebencian orang seperti itulah, hamba Allah menemukan ketenangan dan kebebasan yang tidak bisa diberikan oleh hubungan sosial dengan manusia yang berhati buruk.
Kesimpulan
Hamba Allah adalah sosok yang lebih suka menyendiri, lebih suka berdialog dengan Tuhan, dan lebih suka hidup tanpa gangguan sosial.
Ketika mereka dibenci dan dimusuhi, itu adalah situasi yang ideal bagi mereka.
Mereka tidak perlu lagi berpura-pura, tidak perlu lagi menjaga perasaan orang lain, dan yang terpenting, mereka bisa sepenuhnya menjadi diri sendiri.
Jadi, sekali lagi, terima kasih telah membenci dan memusuhi hamba Allah. yang introvert ini
Semoga kebencian itu bisa bertahan, dan semoga hamba Tuhan ini selalu diberikan ruang untuk hidup dalam kesendirian mereka yang damai.