Hikikomori di Indonesia: Fenomena yang dapat Mengancam Perkembangan Bangsa

Di akhir abad ke 21, dunia telah mengenal fenomena ‘hikikomori’ dari Jepang, sebuah istilah yang menggambarkan individu, yang memilih untuk menarik diri dari masyarakat, mengisolasi diri dari pergaulan, dan menghabiskan waktu berhari-hari, bahkan bertahun-tahun, di dalam kamar mereka. Apakah fenomena ini juga ditemukan di Indonesia? Dan apakah hikikomori di Indonesia dapat dianggap sebagai ancaman bagi perkembangan bangsa Indonesia ke depannya?

Apa Itu Hikikomori?

Hikikomori adalah istilah yang berasal dari Jepang yang menggambarkan individu yang menghindari kontak sosial dan memilih untuk hidup menyendiri terisolasi.

Meskipun penyebab pasti dari kondisi ini masih menjadi topik penelitian, beberapa ahli berpendapat bahwa tekanan sosial, ketidakpastian ekonomi, dan faktor psikologis lainnya memainkan peran penting yang menyebabkan seseorang menjadi hikikomori.

Ciri-Ciri Hikikomori

  1. Isolasi Diri:
    Individu menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan, biasanya kamar tidur, dan menghindari kontak dengan anggota keluarga maupun teman, dengan cara menghilang dari peredaran, baik secara teratur maupun secara tiba-tiba (mendadak).
  2. Hilangnya Minat Beraktivitas:
    Tidak ada keinginan untuk beraktivitas, baik di dalam maupun luar rumah.
    Menurutnya, kontak sosial dengan orang lain, hanya membuang-buang waktu saja, dan tidak perlu dilakukan.
  3. Kurangnya Keinginan Berinteraksi:
    Menarik diri dari hubungan sosial dan menghindari interaksi secara langsung dengan orang lain.
    Hal ini biasanya didasari dari kekecewaan yang pernah dialami ketika berinteraksi dengan orang lain.
  4. Perasaan Ketidakmampuan:
    Terdapat perasaan ketidakmampuan untuk menghadapi dunia luar atau tuntutan sosial.
    Diakui atau tidak, dunia nyata itu keras, ketika anda tidak punya prestasi, penghasilan, dan/atau jabatan yang tinggi, sangat sedikit atau bahkan tidak ada orang yang mendekati dan menghargai anda.
    Hal inilah yang menyebabkan Hikikomori merasa rendah diri dan menarik diri dari dunia nyata.
  5. Durasi Hikikomori:
    Perilaku isolasi Hikikomori biasanya berlangsung dalam waktu paling singkat selama 6 (enam) bulan, jika kurang dari enam bulan melakukan isolosi, maka itu adalah hikikomori kw (palsu), hahahahaha.
    Tidak, hanya bercanda.
    Sebaiknya anda ataupun siapa saja, tidak menjadi hikikomori, karena bisa merugikan orang lain, keluarga anda, dan diri anda sendiri.

Hikikomori di Indonesia: Sudah Ada?

Meski istilah ‘hikikomori’ berasal dari Jepang, fenomena isolasi sosial ini bukan hanya terjadi di negara tersebut.

Di Korea Selatan, sudah ditemukan banyak Hikikomori akut, yang tidak hanya mengurung diri tapi juga membenci dunia luar.

Sementara di Indonesia, yang dikenal dengan perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang dinamis, serta tekanan yang didapat dari media sosial, juga terlihat peningkatan beberapa individu yang memilih untuk menghindari pergaulan di dunia nyata dan menjadi Hikikomori, dengan menarik diri dari interaksi sosial.

Meskipun mungkin tidak sebanyak di Jepang, percentage wise (dari sisi persentase), kasus hikikomori di Indonesia jauh lebih banyak daripada yang terjadi di negara Matahari Terbit itu, karena jumlah penduduk Indonesia jauh lebih banyak daripada jumlah penduduk Jepang.

Sampai saat tulisan ini dibuat, belum ada langkah nyata dari Pemerintah untuk mencegah menjamurnya perilaku Hikikomori di Indonesia.

Dampak Hikikomori bagi Perkembangan Bangsa

  1. Kurangnya Tenaga Kerja Produktif:
    Individu yang memilih untuk mengisolasi diri biasanya tidak bekerja atau berkontribusi secara ekonomi, menyebabkan adanya potensi hilangnya tenaga kerja produktif dalam suatu bangsa.
    Tanpa pergaulan, bagaimana seseorang akan menikah? Tentu saja No Chance (Tidak Ada Kesempatan Menikah).
    Dan tanpa adanya pernikahan, maka suatu bangsa, akan lambat laun melemah dan mulai kehilangan kuantitas dari generasi ke generasi.

    Untuk bangsa sekelas Indonesia yang mempunyai wilayah luas, berkurangnya tenaga kerja produktif akan berlawanan dengan visi bangsa untuk menjadi negara maju dan memainkan peran penting dalam pergaulan Internasional.
  2. Masalah Kesehatan Mental:
    Isolasi sosial dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, dan lainnya.
    Sementara berobat ke psikiater atau psikolog itu mahal, hampir tidak ada Hikikomori yang berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan berkonsultasi dengan ahli masalah kejiwaan.
  3. Ketidakmampuan Beradaptasi dengan Perubahan:
    Tanpa interaksi sosial, individu yang menjadi Hikikomori mungkin kehilangan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi.
    Hal ini akan semakin menjadikan dirinya menarik (mengubur) dirinya lebih dalam dalam kesendirian dan keterisolasian diri.

Kesimpulan NKRI One

Walaupun hikikomori di Indonesia mungkin belum disorot seperti halnya sorotan di negara aslinya Jepang dan Korea Selatan pada khususnya, penting untuk memberikan perhatian kepada individu penerus bangsa yang mengalami kondisi ini.

Dengan pendekatan yang empatik dan pendidikan tentang pentingnya kesehatan mental, kita dapat membantu mereka yang terisolasi untuk kembali ke masyarakat dan berkontribusi positif bagi perkembangan bangsa Indonesia, sebelum banyak tunas bangsa yang berpotensi tinggi, gugur sebelum berkembang.

Terima Kasih atas kunjungan dan komentarnya di NKRI One

Populer Bulan Ini
Most Read
Scroll to Top