Masa Lalu Kita? Lumpur Pun Kuselami
Main Lumpur: Mengenang masa lalu yang penuh perjuangan, kesalahan, dan pelajaran hidup, saat ini kita belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Suramnya masa lalu anda tidak selalu mendefinisikan siapa anda, selama anda ya berusaha berubah menjadi lebih baik, kalau belum bisa tobat 100%.
(KEP: “Kayaknya, gw gak bisa tobat 100% deh)
Pendahuluan
Semua orang memiliki masa lalu, dan sering kali, masa lalu itu tidak selalu bersih atau sempurna.
“Masa lalu kita? Lumpur pun kuselami”.
Kalimat ini mencerminkan keberanian untuk mengakui bahwa kita pernah “kotor,” pernah salah, dan pernah tidak takut kotor.
Tapi justru dari pengalaman itulah kita belajar untuk menjadi lebih baik.
Masalahnya, setelah taubat (entah nasuha atau tidak), kita jadi agak sedikit takut kotor, menghindari segala bentuk dosa yang tidak perlu (yang tidak kita ingin lakukan), dan (plus minus) merasa congkak, (Astaghfirullah al-Adzim, Naudzubillah)
“Justru karena kita tau cara main kotor lah, makanya kita jadi jijikan, dan nggak mau kotor lagi.”
Pengalaman buruk di masa lalu bukanlah sesuatu yang harus disesali, tetapi menjadi pelajaran berharga untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Artikel ini akan membahas bagaimana perjalanan hidup mengajarkan kita untuk tidak takut menghadapi penilaian orang lain dan tetap berpegang pada prinsip hidup kita.
Masa Lalu: Lumpur yang Menguatkan
1. Mengenal Sisi Gelap Diri Sendiri
Masa lalu sering kali mengungkapkan sisi gelap kita, baik sengaja maupun tidak, yang dapat berupa kesalahan, keputusan buruk, dan/atau pengalaman jadi anak nakal.
Namun, mengenal sisi gelap itu adalah langkah pertama menuju transformasi diri.
- Kita Belajar dari Kesalahan:
Setiap kesalahan di masa lalu memberikan kita pelajaran yang tidak ternilai dan tidak bisa dibeli. - Masa Lalu Tidak Mendefinisikan Kita:
Apa yang pernah kita lakukan tidak selalu mencerminkan siapa kita hari ini. (Ngaruh sih, tapi kita tidak seperti itu lagi, inshaa Allah)
Contoh Nyata:
Seseorang yang suka mabox, mungkin sekarang sudah menyadari bahwa hal itu tidak ada gunanya selain merusak diri anda sendiri dan mungkin otak anda.
2. Mengapa Kita Jadi Jijikan?
“Justru karena kita tau cara main kotor lah, makanya kita jadi jijikan.”
Pernah berada di sisi gelap membuat kita lebih menghargai kebersihan—baik secara harfiah maupun metaforis.
- Kapok jadi Pelahap Dosa (Sin Eater):
Ini ya, Alhamdulillah banget, banget, banget, kita gak mati sebelum tobat,
Do you know hukumnya minum khamr apa?
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa minum khamr, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari.
Namun jika ia bertaubat, Allah akan menerima taubatnya.
Jika ia mengulanginya lagi, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari.
Jika ia bertaubat, Allah akan menerima taubatnya.
Jika ia mengulanginya lagi, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari.
Jika ia bertaubat, Allah akan menerima taubatnya.
Jika ia mengulanginya lagi keempat kalinya, Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari, dan Allah akan memberinya minum dari sungai Al-Khabal.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu sungai Al-Khabal?”
Rasulullah menjawab: “Nanah penghuni neraka.”
(HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Rasulullah SAW bersabda:
“Khamr adalah induk segala kejahatan.
Barang siapa meminumnya, Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari, dan jika ia mati dalam perutnya terdapat khamr, maka ia mati seperti orang jahiliah.”
(HR. Thabrani)
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram.
Barang siapa meminumnya di dunia lalu ia mati dalam keadaan tidak bertaubat, ia tidak akan meminumnya di akhirat.”
(HR. Muslim) - Berusaha Menjadi Lebih Baik:
Kesadaran akan kesalahan masa lalu memotivasi kita untuk menjauhi hal-hal buruk.
Cerita Nyata:
Saya dituduh masih “minum”, hahahahaha.
Saya hanya tertawa karena, maaf, itu perbuatan bodoh, karena mabuk tidak ada gunanya.
In fact, saya harus berkonsentrasi penuh ketika menulis artikel/tulisan blog seperti ini.
“Been there, done that“
Sebagai Hamba Allah: Tugas yang Tidak Biasa
“Sebagai hamba Allah, yang memang agak aneh, saat dibutuhkan, kita bisa melakukan apapun, selama diizinkan oleh Yang Punya Langit dan Bumi.”
Hamba Allah yang memahami posisinya sebagai pelayan Tuhan tahu bahwa semua yang dilakukan harus melalui izin-Nya.
Tidak ada yang terlalu sulit atau terlalu kotor jika itu adalah perintah dari Yang Maha Kuasa.
Oh, btw, saya dulu “main lumpur” bukan karena itu, tapi lebih ke izin “ingin nakal dulu“.
Tapi itu berguna saat ini, sekarang, dan inshaa Allah di masa depan juga sama bergunanya, karena kita tidak takut “main becekan dan/atau lumpur“.
1. Fleksibilitas dalam Misi
- Melakukan yang Diperlukan:
Saat keadaan menuntut, kita harus siap melakukan apapun untuk kebaikan, bahkan jika itu berarti kembali menyentuh “lumpur.” - Tunduk pada Kehendak-Nya:
Setiap tindakan yang dilakukan harus berlandaskan keikhlasan dan ketaatan kepada Allah.
2. Melampaui Batas Diri
- Bukan Soal Takut atau Tidak:
Apa yang kita lakukan bukan karena keberanian semata, tetapi karena keyakinan bahwa kita adalah alat-Nya di dunia. - Berani Kotor Demi Kebaikan:
Jika diperlukan, kita siap melakukannya, selama itu untuk tujuan yang benar.
Pendapat Orang Lain? Kami Tidak Peduli
“We don’t fear their opinions because their opinions mean nothing to us”
Pendapat orang lain sering kali menjadi penghalang bagi banyak orang untuk berkembang dan/atau maju.
Namun, mereka yang mengenal dirinya sendiri tidak akan terjebak dalam pandangan orang (opini orang lain).
1. Mengapa Pendapat Orang Tidak Penting?
- Orang Tidak Selalu Mengerti:
Mereka hanya melihat dari luar, tanpa mengetahui perjuangan dan niat kita. - Kita yang Menjalani Hidup Kita:
Pendapat orang tidak akan membantu atau mengubah hidup kita.
2. Pretending to Care about People’s Opinions
“We do pretend that we do care of others’ opinion, but basically, we don’t.”
Berpura-pura peduli pendapat orang, kadang diperlukan untuk menjaga kedamaian, hubungan baik, dan/atau hubungan sosial.
Tetapi sejujurnya, di dalam hati, kita tahu bahwa pendapat mereka tidak selalu bermanfaat untuk kita.
Contoh Nyata:
Seorang teman berkata bahwa, “Kita tidak perlu menolong orang lain, biar Allah saja“, katanya, “Kita tidak usah“.
“Oke“, saya bilang, lalu saya tambahkan, “JIka semua orang berpikir seperti itu, maka tidak ada orang yang mau nolongin nenek-nenek menyebrang jalan. Tidak ada orang yang mau menolong orang kecopetan, dan sebagainya“
Mungkin dia benar, maksudnya, kita (saya khususnya) jangan lagi mengorbankan diri untuk orang lain, karena mungkin saja, kita salah berbuat baik kepada orang yang salah.
Cara Menyikapi Pendapat Orang:
- Saring dengan Bijak:
Terima kritik yang membangun, abaikan komentar yang merusak. - Tetap Fokus pada Prinsip:
Jangan biarkan komentar negatif mengubah tujuan atau prinsip hidup Anda.
Lumpur Masa Lalu: Bukan Aib, tapi Pelajaran Berharga
Masa lalu kita, meskipun kotor, main becekan, main lumpur, adalah bagian dari perjalanan kita.
“Lumpur pun kuselami” bukanlah ungkapan yang memalukan, ditengah pergaulan “sok elite” dimana orang takut panas, takut keringetan, dan/atau takut hujan,
melainkan pengingat bahwa kita telah melalui banyak hal untuk menjadi siapa kita hari ini, dan kita tidak takut melakukannya lagi, selama kita senang dan rela melakukannya tanpa paksaan.
Pelajaran dari Lumpur Masa Lalu
- Kita Tahu Apa yang Salah:
Dan kita memilih untuk tidak kembali ke sana. - Kita Belajar Menghargai Kebersihan:
Baik secara moral maupun spiritual. - Kita Tahu Mana yang Benar:
Berdasarkan pengalaman buruk di masa lalu.
Kesimpulan
Masa lalu yang kelam bukanlah sesuatu yang harus ditutupi atau dilupakan dan dianggap aib yang memalukan.
Tapi, itu adalah bagian dari diri kita yang membantu kita tumbuh dan belajar.
(KEP: “Dan karena itu juga kita dikurung/mengurung diri, biar tidak bebas membuat kerusakan di sana sini“)
“Lumpur pun kuselami” adalah pengakuan jujur bahwa kita pernah salah dan bukan orang yang suci dari dosa 100%.
Pendapat orang lain, tentang masa lalu kita, mungkin membuat kita tersenyum sebentar (sekedar sopan santuy, eh santun), tetapi pada akhirnya, kita tidak benar-benar peduli komentar negatif mereka.
Yang penting adalah bagaimana kita senantiasa memperbaiki diri dan menjalani hidup sesuai dengan apa yang Allah kehendaki, meskipun cepat atau lambat kita akan terkena lumpur lagi (lol), dan itu pasti.