Kita Bukan Pahlawan Pembela Kebenaran, Kami Hamba Allah
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita dihadapkan pada situasi di mana kebenaran dan kesalahan bercampur menjadi satu, membuat segalanya tampak abu-abu.
Sebagai hamba Allah, kita tidak bertugas menjadi pahlawan pembela kebenaran yang selalu berdiri di depan garis perang untuk membela sesuatu yang dianggap benar oleh kebanyakan orang tanpa terlebih dahulu mengetahui kebenarannya dari berbagai sisi.
Tugas utama kita adalah melaksanakan perintah Allah, menjalankan amanah, dan mendukung apa yang menurut pandangan-Nya sebagai sesuatu yang benar.
Ketika Membela yang “Salah”
Ada kalanya kita membela seseorang atau sesuatu dan/atau seseorang yang dianggap salah oleh kebanyakan orang, tapi menurut kita benar (atau nggak salah-salah banget lah).
Mengapa?
Karena kebenaran tidak selalu terlihat di permukaan.
Kebenaran sering kali tersembunyi di balik tabir yang sulit ditembus oleh mata dan nalar manusia biasa.
1. Kebenaran Bukan Soal Suara Mayoritas (Kebanyakan Orang)
Allah berfirman:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.”
(QS. Al-An’am: 116)
Kadang kala, kebanyakan orang hanya mengikuti arus tanpa benar-benar memahami apa yang mereka bela.
Sebagai hamba Allah, kita diberi kemampuan untuk melihat melampaui permukaan, menggunakan hati, akal, dan pikiran sebagai penuntun sikap untuk dijadikan pedoman (SOP, LOL).
2. Membela yang Baik sama Kita (LoL)
Hamba Allah selalu diajarkan untuk melindungi orang yang membutuhkan pertolongan kita, meskipun dunia dan seisinya mungkin menganggap mereka tidak layak dibela.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tolonglah saudaramu yang zalim atau yang dizalimi.”
Para sahabat bertanya, “Kami memahami kewajiban menolong orang yang dizalimi. Tetapi bagaimana cara menolong orang yang zalim?”
Beliau menjawab, “Cegahlah dia dari berbuat zalim. Itulah bentuk pertolonganmu kepadanya.”
(HR. Bukhari)
Membela seseorang yang dianggap “salah” bisa berarti mencegah mereka dari berbuat lebih salah atau menyadarkan mereka untuk kembali ke jalan yang benar.
Ini bukan pembelaan buta, akan tetapi merupakan upaya untuk membawa mereka kembali ke jalan yang benar.
KEP: “Aw..aw..ini tidak gampang, kadang kita kesal juga kok, karena manusia suka membantah”
(kalau bukan karena Allah, sudah gw banting)
Tugas Hamba Allah: Bukan Menjadi Pahlawan
Orang sering keliru berpikir bahwa tugas seorang hamba Allah adalah menjadi pahlawan pembela kebenaran yang melawan kezaliman di mana pun ia berada dalam kondisi apapun.
(KEP: “Saya lebih suka santai ya kk“)
Namun, peran kita lebih sederhana: melakukan apa yang diperintahkan Allah, dengan cara yang paling bijak, efisien (secepat mungkin), dan efektif.
1. Menyampaikan Kebenaran dengan Baik
Allah berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”
(QS. An-Nahl: 125)
Kita tidak harus berteriak di jalan, bicara kasar, dan/atau mengangkat senjata untuk menyampaikan kebenaran.
Kadang kala, kebenaran lebih efektif disampaikan melalui teladan dan perbuatan sebagai contoh nyata.
(KEP: “Ini artinya kita harus turun tangan langsung melakukan ‘praktek lapangan’, dengan welas asih dan memberikan contoh yang baik“)
2. Fokus pada Amanah Pribadi
Sebagai hamba Allah, tugas utama kita adalah menjalankan amanah yang telah diberikan kepada kita.
Amanah itu luas lho, bisa jadi ketika orang percaya kita bisa menolongnya, dan memang ternyata bisa (dan gak lagi males bangetz), tapi kita tidak mau, itu bisa diartikan sebagai melanggar amanah.
Walaupun memang, standarnya, kita tidak perlu peduli dengan masalah dan/atau kejadian yang berada di luar jurisdiksi tanggung jawab kita, tapi…
Jika Allah menghendaki kita untuk melibatkan diri dalam suatu urusan, Dia akan menunjukkan sesuatu dan memberikan tanda bahwa hamba-Nya yang kadang males bergerak ini, diperlukan untuk “bermain lumpur lagi” (hiks).
Hamba Allah Tidak Sendirian
Di dunia yang dihuni oleh 8 miliar manusia, seorang hamba Allah tidak pernah benar-benar sendirian.
Mostly, yang ada, dia menyendiri, bukan sendirian atau gak ada temen, tapi memang lagi ingin sendiri, untuk berpikir jernih menghadapi tugas yang ada dan/.atau lagi “berkomunikasi” sama Allah.
Ketika dia menyendiri, Allah selalu ada untuknya, tidak membiarkan hambanya “hanging” (merasa dicuekin).
Bahkan, ketika dalam rangka tugas, kita merasa banyak orang membenci kita, Allah akan memberikan kekuatan melalui iman dan rasa kedekatan kepada-Nya, agar kita senantiasa bisa tenang karena-Nya dan tidak merasa sedih karena dimusuhin orang (yang gak penting juga sih :p)
1. Pertolongan Allah Selalu Dekat
Allah berfirman:
“Dan sungguh, Allah bersama orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 153)
Saat dunia tampak gelap, Allah memberikan cahaya-Nya.
Ketika manusia meninggalkan kita, Allah mengirimkan ketenangan ke dalam hati kita.
2. Allah Mengatur Segala Sesuatu
Tidak ada satu pun kejadian di dunia ini yang luput dari rencana Allah.
Ketika kita merasa sendiri, Dia mengirimkan teman baru (yang mungkin sangat entertaining buat kita, hahahahaha), komunitas yang mendukung, dan/atau bahkan keajaiban yang menghibur kita dan tidak kita sangka bisa terjadi.
Kita Tidak Perlu Validasi Dunia
Sebagai hamba Allah, kita tidak membutuhkan pengakuan dari dunia.
Kita tidak perlu menjadi pahlawan pembela kebenaran untuk mendapatkan validasi stempel sebagai orang baik dari orang lain yang sebenernya gak berguna juga (lol).
Allah-lah satu-satunya yang kita cari ridhanya.
Jika kita yakin bahwa yang kita lakukan adalah benar, tidak peduli apa kata orang lain, kita tetap harus melakukannya, Lillahi ta’ala (For Allah, karena Allah).
Kesimpulan
Sebagai hamba Allah, kita bukan pahlawan pembela kebenaran yang harus takut pada pendapat orang, terutama jika kita membela orang yang dianggap salah.
Tugas kita adalah menjalankan perintah Allah, mendukung apa yang benar menurut kita (berdasarkan petunjuk Allah), dan menjaga amanah yang diberikan kepada kita.
Dan dalam melakukan tugas itu, kita seharusnya selalu mengutamakan kesabaran (jangan banting apapun dan/atau siapapun, hahahahaha).
Pada hakikatnya, kita tidak pernah sendirian baik saat menjalankan tugas ataupun lagi leyeh di kasur, Allah selalu bersama kita.
“…Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. Al-Hadid (57:4))
Rasulullah SAW bersabda:
“Ihsan adalah kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak mampu (merasakan itu), maka yakinlah bahwa Dia melihatmu.”
(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan ketika dunia tidak memahami apa yang kita lakukan, kita tetap yakin bahwa Allah melihat, mendengar, dan mengetahui segala sesuatu apapun yang kita lakukan.
Keyakinan bahwa Allah melihat, mendengar, dan mengetahui segala sesuatu merupakan inti dari keimanan seorang Muslim.
Dalam Islam, Allah SWT mempunyai beberapa nama yang indah seperti Al-Basir (Yang Maha Melihat), As-Sami’ (Yang Maha Mendengar), dan Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui).
Dia menyaksikan setiap perbuatan hamba-Nya, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi.
Berikut adalah ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang menguatkan keyakinan ini, beserta pengingat bahwa Allah adalah sebaik-baiknya hakim:
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”
(Q.S. Ghafir (40:19))
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan?”
(Surah Al-Baqarah (2:77))
“Bukankah Allah hakim yang paling adil?”
(Q.S. At-Tin (95:8))
Nah, cukup Allah yang kita pedulikan penilaiannya, agar kita tidak selalu takut dengan penilaian orang terhadap diri kita.
Karena, jika kita takut pada pendapat atau opini orang lain, lebih baik kita jadi batu saja, biar tidak ada yang komentarin hidup kita, tingkah laku kita, bahkan sepatu kita.